Infotangerang.id– Atlet senam Indonesia di Olimpiade Paris 2024, Rifda Irfanaluthfi, harus berjuang tampil sambil menahan rasa sakit akibat cedera ACL yang dialaminya.

Rifda yang tampil pada nomor all-around pada Minggu, 28 Juli 2024 di Bercy Arena, Paris, Prancis, kesulitan menampilkan aksinya dengan prima.

Karena cedera yang dideritanya, Rifda hanya mampu tampil di palang bertingkat dari empat alat yang seharusnya ia coba, dengan mencatatkan skor 9,166 poin.

Pesenam berusia 24 tahun tersebut bahkan memerlukan bantuan pelatihnya, Eva Novalina, untuk naik dan mendarat di palang bertingkat.

Dalam sebuah pernyataan resmi, Rifda mengungkapkan bahwa ia sengaja menunda operasi ACL untuk bisa berkompetisi di Olimpiade Paris 2024.

Ini menjadi momen penting bagi Rifda karena ia adalah pesenam asal Indonesia pertama yang berhasil lolos ke Olimpiade tersebut.

Lalu, apa sebenarnya cedera ACL itu? Berikut penjelasannya.

Mengenal Cedera ACL yang Dialami Rifda

Cedera ACL (anterior cruciate ligament) terjadi ketika ligamen di area lutut mengalami robekan atau regangan berlebihan.

Cedera ACL ini sering dialami oleh atlet yang melakukan gerakan mendadak, mengalami benturan keras, atau mendarat dengan tidak tepat setelah meloncat.

Mereka yang lebih rentan terhadap cedera ini biasanya terlibat dalam olahraga seperti sepak bola, bola basket, voli, atau senam.

Kondisi tersebut juga seringnya menimpa perempuan karena perbedaan anatomi dan kekuatan otot dibandingkan laki-laki.

Setelah mengalami benturan pada lutut, seorang atlet biasanya akan merasakan nyeri hebat di area tersebut.

Kondisi ini sering kali disertai dengan pembengkakan, kesulitan dalam menggerakkan atau meregangkan lutut, dan kesulitan dalam berjalan.

Untuk menangani cedera ini, dokter mungkin akan melakukan berbagai prosedur medis, termasuk operasi ACL.

Dalam operasi ACL, dokter mengganti ligamen yang rusak dengan cangkok atau graft dari bagian tubuh lain.

Sebagai informasi, ACL adalah ligamen yang menghubungkan tulang kering (tibia) dengan tulang paha (femur).

Sebagai salah satu ligamen utama di lutut, ACL berperan penting dalam menstabilkan gerakan tulang di sekitarnya.
Jika ligamen ini robek, dapat menyebabkan ketidakstabilan pada lutut, nyeri, pembengkakan, dan kesulitan dalam berjalan.

Operasi Cedera ACL

Cedera ACL 1
Rekonstruksi ACL adalah prosedur bedah untuk memperbaiki anterior cruciate ligament (ACL) (dokumen kineticedgept.com)

Untuk cedera ACL yang sedang hingga berat, seperti yang dialami oleh Rifda, penyembuhannya hanya bisa dilakukan dengan tindakan operasi.

Rekonstruksi ACL, atau operasi ACL, adalah prosedur bedah yang dilakukan untuk memperbaiki ligamen di bagian depan lutut, yaitu anterior cruciate ligament (ACL).

Operasi ini merupakan salah satu tindakan ortopedi yang paling sering dilakukan di seluruh dunia.

Tindakan ini direkomendasikan terutama untuk pasien dengan kondisi berikut:

1. Atlet atau individu aktif yang mengalami cedera ACL dan ingin terus berolahraga, terutama jika olahraga tersebut melibatkan gerakan melompat atau berputar.

2. Cedera melibatkan lebih dari satu ligamen.

3. Terjadi cedera tambahan di area lutut, seperti pada meniskus, tendon, atau tulang rawan.

4. Cedera menyebabkan lutut menjadi tidak stabil dan tidak dapat berfungsi dengan baik dalam aktivitas sehari-hari.

5. Pasien dengan cedera ACL yang mengalami ketidakstabilan fungsional yang signifikan dan berisiko tinggi mengalami kerusakan lebih lanjut di area lain pada lutut.

Perawatan Pasca Operasi ACL

Kebanyakan pasien biasanya dapat pulang ke rumah setelah efek obat bius hilang.

Selama periode pemulihan, pasien perlu memakai penyangga lutut (knee brace) dan menggunakan kruk selama 1–6 minggu pertama.

Setelah itu, dokter mungkin akan meresepkan obat-obatan untuk mengurangi nyeri, seperti ibuprofen, acetaminophen, dan naproxen sodium.

Kompres es secara teratur juga dianjurkan untuk mengurangi pembengkakan dan nyeri.

Untuk membantu pemulihan fungsi tubuh, pasien akan diarahkan menjalani terapi fisik (fisioterapi) selama 4–6 bulan.

Pasien dapat kembali berolahraga setelah tidak merasakan nyeri dan pembengkakan, serta telah mencapai rentang gerak penuh, kekuatan otot, daya tahan, keseimbangan, dan fungsi kaki yang pulih sepenuhnya.

Kebanyakan pasien dapat kembali berpartisipasi secara penuh dalam olahraga dalam waktu 6–12 bulan, meskipun waktu ini dapat bervariasi tergantung pada kondisi individu pasien.

Baca berita lainnya di Infotangerang dan Tangselife

Dapatkan Berita Terbaru lainya dengan Mengikuti Google News Infotangerang
sosmed-whatsapp-green Follow WhatsApp Channel Infotangerang
Follow