INFOTANGERANG.ID- Gelombang aksi tolak UU TNI yang telah disahkan serta RUU Polri terus berlanjut di berbagai wilayah di Indonesia.
Pada Kamis kemarin, 27 Maret 2025, ribuan massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil kembali menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR RI Senayan, Jakarta.
Massa aksi tolak UU TNI ini terus bertambah hingga malam hari.
Mereka terus menyampaikan sejumlah tuntunan, salah satunya adalah pencabutan UU TNI yang dinilai berpotensi mengancam supremasi sipil.
Massa aksi tolak UU TNI sudah memadati area depam gedung DPR sejak sore hari.
Sejumlah aparat keamanan dari unsur Polri, TNI, serta Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta telah disiagakan untuk menjaga ketertiban.
Kepolisian juga telah menyiapkan rekayasa lalu lintas untuk mengantisipasi kemacetan di sekitar lokasi demonstrasi, meski penerapannya masih bersifat situasional.
Gelombang Aksi Tolak UU TNI Meluas di Berbagai Wilayah
Selain di Jakarta, masaa aksi unjuk rasa ini juga terjadi diberbagai wilayah di Indonesia, termasuk Majalengka, Bandung, Surabaya, Makassar, Mataram, Palangkaraya, Bojonegoro, Yogyakarta, Sukabumi, Malang, Medan, Semarang, hingga Lumajang.
Mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat turun ke jalan untuk menyuarakan keprihatinan mereka terhadap dampak dari UU TNI yang telah disahkan.
Kekhawatiran utama yang mereka sampaikan adalah kemungkinan kembalinya konsep dwifungsi TNI, yang dapat membuka jalan bagi aparat militer untuk menempati posisi sipil dalam pemerintahan.
Para demonstran mengungkapkan aspirasi mereka melalui spanduk, poster, serta coretan cat semprot di pagar depan gedung DPR RI.
Berbagai slogan yang menolak UU TNI dan RUU Polri tampak jelas sebagai bentuk protes terhadap kebijakan tersebut.
Aksi Demo Tolak UU TNI di Jakarta
Demonstrasi di depan Gedung DPR berlangsung dengan ketegangan yang semakin meningkat.
Massa tetap bertahan hingga pukul 18.00 WIB, meskipun kepolisian beberapa kali menyemprotkan air ke arah mereka. Para demonstran merespons dengan melemparkan berbagai benda ke dalam kompleks parlemen.
Situasi ini membuat aparat keamanan tetap siaga untuk mengantisipasi kemungkinan eskalasi.
Menurut cuitan akun BarengWarga, polisi mulai memukul mundur massa.
“Tiba-tiba massa aksi dipukul mundur oleh polisi. Mereka terpaksa membubarkan diri karena kondisi yang semakin tidak kondusif. Beberapa rekan kami ditangkap, sementara tim paramedis kini menyisir jalan untuk mengevakuasi korban.” tulis akun tersebut dengan menyertakan tagar #CabutUUTNI dan #TolakRUUPolri.
Akun tersebut juga melaporkan dugaan penangkapan terhadap sejumlah peserta aksi, tidak hanya di Jakarta tetapi juga di beberapa lokasi lainnya.
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil, sebagai penggerak utama gerakan ini, telah menegaskan bahwa aksi penolakan terhadap UU TNI akan terus berlanjut.
Mereka berpendapat bahwa undang-undang yang baru disahkan berpotensi melemahkan posisi masyarakat sipil dalam sistem demokrasi.
Protes Meluas ke Media Sosial
Selain di jalanan, penolakan terhadap UU TNI dan RUU Polri juga semakin meluas di media sosial.
Berdasarkan pantauan redaksi, hingga Jumat, 28 Maret 2025, gabungan tagar #TolakUUTNI dan #TolakRUUPolri telah digunakan lebih dari 1,09 juta kali di berbagai platform digital.
Hal ini menunjukkan bahwa diskusi mengenai kebijakan tersebut tidak hanya terjadi di ruang publik fisik, tetapi juga merambah dunia maya.
Pengesahan revisi UU TNI yang membuka peluang bagi personel TNI untuk kembali menduduki jabatan sipil menjadi salah satu pemicu utama aksi protes ini.
Para demonstran berpendapat bahwa kebijakan tersebut bertentangan dengan semangat reformasi yang menekankan supremasi sipil atas militer.
Seiring dengan meningkatnya gelombang protes, masyarakat berharap pemerintah dapat membuka ruang dialog untuk meredakan ketegangan dan mendengarkan aspirasi publik.
Dengan perdebatan yang terus berkembang, masa depan kebijakan ini masih menjadi perhatian utama berbagai pihak.
