INFOTANGERANG.ID- Hari pertama masuk sekolah penuh keluhan, imbas akses jalan menuju SMPN 17 dan SMAN 6 Tangsel masih diblokade warga sekitar pada Senin 14 Juli 2025.
Akibatnya, para orang tua tidak bisa mendampingi anak mereka hingga ke dalam area sekolah.
Warga diketahui memblokir jalan masuk SMPN 17 dan SMAN 6 Tangsel sebagai bentuk protes terhadap SPMB 2025 yang dinilai tidak adil bagi anak-anak yang tinggal di lingkungan sekitar sekolah.
“Saya Mau Dampingi Anak, Tapi Aksesnya Ditutup”
Salah seorang wali murid, Ratna (33), mengaku kecewa karena tidak bisa menemani anaknya di hari pertama sekolah. Ia hanya bisa menurunkan anaknya di gerbang luar, karena akses utama masih dalam kondisi tertutup sebagian.
“Hari pertama kan biasanya penuh semangat dan kesan pertama untuk anak-anak. Tapi sekarang, begitu sampai depan malah ditutup, rasanya sedih,” ujar Ratna.
Dengan ditutupnya akses utama, siswa harus berjalan kaki sejauh kurang lebih 300 meter dari titik penurunan kendaraan hingga ke sekolah. Sementara itu, kendaraan para orang tua menumpuk di sepanjang Jalan Pamulang Permai Barat, menyebabkan kemacetan yang cukup parah di jam masuk sekolah.
“Jelas menghambat. Jalan jadi padat karena semua kendaraan berhenti di depan, belum lagi anak-anak harus jalan kaki lumayan jauh,” tambah Ratna.
Berdasarkan pantauan di lokasi, gerbang utama ke SMPN 17 dan SMAN 6 tangsel hanya dibuka sedikit di bagian tengah, dan hanya bisa dilewati pejalan kaki. Selain itu, beberapa jalur akses lainnya juga ditutup menggunakan portal besi oleh warga.
Situasi ini tentu mengganggu aktivitas sekolah, terutama bagi siswa baru dan orang tua yang ingin memberikan semangat di hari pertama.
Ratna dan para wali murid lainnya berharap masalah antara warga dan pihak sekolah bisa segera diselesaikan secara musyawarah.
“Kami sebagai orang tua tentu ingin yang terbaik untuk anak-anak. Harapannya sih bisa duduk bersama dan buka akses lagi. Jangan sampai yang jadi korban justru anak-anak yang ingin belajar,” pungkasnya.
Penutupan akses ini adalah dampak lanjutan dari polemik penerimaan siswa baru. Namun, jika dibiarkan berlarut-larut, justru akan merugikan siswa, orang tua, dan dunia pendidikan secara keseluruhan.
Saatnya pihak sekolah, warga, dan pemerintah setempat membuka ruang dialog agar semua pihak mendapat keadilan dan solu
