INFOTANGERANG.ID- Transformasi besar-besaran berlangsung di Kampung Nelayan Tanjung Kait, yang selama ini identik dengan kawasan kumuh dan tidak layak huni, kini mulai berubah wajah menjadi permukiman sehat, tertata, dan berfasilitas lengkap.
Kampung yang berada di Desa Tanjung Anom, Kecamatan Mauk, itu berdiri di atas lahan seluas 1,3 hektare, dihuni oleh 110 keluarga nelayan.
Proyek revitalisasi Kampung Nelayan Tanjung Kait ini merupakan bagian dari Program Selaras (Sistem Lingkungan yang Aman, Ramah, dan Berkelanjutan) yang diusung Pemerintah Kabupaten Tangerang.
“Lewat program ini, bukan hanya rumah yang dibangun, tapi juga kehidupan masyarakatnya yang ditingkatkan,” ujar Bupati Tangerang, Moch. Maesyal Rasyid, pada Selasa 16 Juli 2025.
Revitalisasi Kampung Nelayan Tanjung Kait Hemat Anggaran Hingga Rp 5,7 Miliar
Berbeda dari program sebelumnya, Selaras menggandeng banyak pihak, baik swasta maupun lembaga nirlaba dalam pembiayaan dan pelaksanaannya. Salah satu mitra utamanya adalah Habitat for Humanity Indonesia, yang sejak 2021 telah aktif mendampingi masyarakat Tanjung Kait.
Menurut Sekretaris Bappeda Tangerang, Erwin Mawandy, kolaborasi ini sangat efektif dalam efisiensi anggaran. Dari total kebutuhan dana sebesar Rp 13 miliar, Pemkab Tangerang hanya perlu mengeluarkan sekitar setengahnya berkat dukungan dari mitra pembangunan.
“Ini adalah pola pembangunan partisipatif yang nyata dan bisa menjadi model nasional,” ucap Erwin.
Desain Rumah Nelayan: Sederhana Tapi Fungsional
Setiap rumah yang dibangun memiliki luas 30 meter persegi, berdiri di atas tanah seluas 60 meter persegi. Rumah-rumah tersebut dilengkapi teras, ruang tamu, kamar tidur, dan kamar mandi. Untuk dapur, nelayan membangunnya secara swadaya sesuai selera masing-masing.
Yang menarik, desain teras disesuaikan agar bisa difungsikan untuk membentang jala—aktivitas harian para nelayan.
“Nelayan juga ikut gotong royong bantu tukang minimal 5 jam per hari selama pembangunan,” ujar Dwi Agustanti, Manajer Proyek Habitat.
Tak sekadar membangun rumah, revitalisasi kampung ini juga menyentuh infrastruktur dan ekonomi warga.
Fasilitas yang sedang dibangun di Kampung Nelayan Tanjung Kait
- Jalan utama dan jalan lingkungan
- Air bersih dan penerangan
- Posyandu dan balai warga
- TPA Sementara dan Ruang Terbuka Hijau
- Tempat Pengumpulan Ikan (TPI)
- Titik Penjualan Makanan Laut (TPML)
- Dermaga khusus nelayan (oleh pengembang PIK 2)
Tujuan untuk mendorong kemandirian ekonomi masyarakat pesisir yang selama ini termarjinalkan.
Kampung nelayan Tanjung Kait ini awalnya berdiri di atas tanah milik perseorangan dari komunitas Kelenteng Tjoe Soe Kong, yang berdiri sejak 1792. Atas kerja sama Habitat dan Koperasi Mitra Dhuafa (Komida), lahan ini resmi dibeli senilai Rp 2,2 miliar.
Sebanyak 87 keluarga membayar secara cicilan, sisanya lunas. Harga tanah dan biaya sertifikat sekitar Rp 20 juta per unit. Sertifikat diserahkan kepada warga agar mereka punya legalitas penuh atas tempat tinggalnya.
Warga setempat, Tuti Alawiyah, menyatakan rasa syukurnya atas perubahan besar ini.
“Dulu kumuh, sekarang akan jadi kampung yang rapi dan sehat. Kami nggak sabar rumahnya selesai,” katanya penuh semangat.
Dengan target 1.000 unit rumah per tahun, Program Selaras jadi bukti nyata bahwa pembangunan tak harus mahal asal kolaboratif dan tepat sasaran. Revitalisasi Tanjung Kait bukan hanya proyek fisik, tapi juga bentuk restorasi martabat warga pesisir.
Bukan tak mungkin, model seperti ini akan diperluas ke kampung-kampung pesisir lainnya di Indonesia.
