INFOTANGERANG.ID- Industri Kreatif Digital Indonesia tengah menghadapi tantangan serius yang jarang disorot, yakni lemahnya landasan hukum.

Hal ini diungkapkan Ketua Asosiasi Digital Ekonomi Kreatif (ADEKRAF), Muhammad Arbani mengungkapkan berbagai persoalan hukum yang membelit sektor ini.

Menurut Arbani, salah satu masalah krusial dalam Industri Kreatif Digital adalah minimnya regulasi hukum yang melindungi dan membimbing pelaku usaha kreatif di era digital.

Hal ini tidak hanya menyangkut pelanggaran hukum, tetapi juga rendahnya pemahaman hukum di kalangan kreator dan pebisnis digital.

“Tantangan utama industri kreatif digital saat ini justru terletak pada aspek hukum, yang sering diabaikan. Baik dalam hal pelanggaran maupun edukasi hukumnya sangat kurang,” ujar Arbani dalam paparannya.

Pembajakan dan HAKI: Isu Klasik yang Belum Usai

Salah satu isu besar yang belum tuntas adalah pembajakan karya digital dan pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Banyak karya, mulai dari musik hingga software, masih beredar secara ilegal tanpa lisensi yang sah.

Arbani menyoroti kurangnya kolaborasi konkret antara pelaku industri dan pemerintah, khususnya Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

Bahkan, kanal pengaduan resmi untuk kasus semacam ini pun dianggap belum tersedia secara jelas.

“Kita bisa bikin karya, tapi saat terjadi pelanggaran, kita bingung harus lapor ke mana. Ini jadi pekerjaan rumah besar,” tegas Arbani.

Kontrak Kerja yang Merugikan, Siapa yang Lindungi Kreator?

Tak kalah penting, Arbani mengungkap bahwa ADEKRAF menerima banyak laporan terkait kontrak kerja yang merugikan satu pihak, khususnya dari para kreator digital dan pekerja lepas (freelancer).

Dalam dunia kreatif yang berkembang sangat cepat, kontrak yang tidak adil bisa menjadi bumerang.

“Kontrak harus dibuat adil. Jangan sampai hanya menguntungkan satu pihak. Kalau tidak, ini bisa menjadi ancaman serius di tengah perubahan hukum yang cepat,” tegasnya lagi.

Isu perpajakan juga ikut menjadi perhatian. Meski pemerintah telah mulai mengatur soal pajak digital dan e-commerce, namun belum ada kejelasan bagaimana pajak untuk pelaku industri kreatif harus diberlakukan.

Apakah sebagai pajak perorangan, ataukah badan usaha seperti PT? Hingga kini, hal itu masih dalam kajian pihak Dirjen Pajak.

“Belum ada kepastian. Ini membuat para pelaku kreatif bingung saat ingin menjalankan usahanya secara legal dan sesuai aturan,” ujar Arbani.

Kreator Sudah Siap, Tapi Pemerintah Harus Hadir Lebih Kuat

Menutup pernyataannya, Arbani justru mengapresiasi adaptasi cepat yang ditunjukkan oleh pelaku industri kreatif tanah air. Mereka dinilai sudah melek teknologi dan cukup memahami risiko hukum.

Namun menurutnya, semua itu tidak akan cukup tanpa dukungan regulasi yang tegas, konsisten, dan tidak plin-plan dari pemerintah.

“Pelaku industri kreatif sudah agile. Tapi kita butuh aturan yang kuat, bukan yang berubah-ubah. Ini penting agar industri ini bisa tumbuh sehat,” pungkasnya.

Dapatkan Berita Terbaru lainya dengan Mengikuti Google News Infotangerang
sosmed-whatsapp-green Follow WhatsApp Channel Infotangerang
Follow
Nadia Lisa Rahman
Editor
Nadia Lisa Rahman
Reporter