INFOTANGERANG.ID- Pemerintah mulai memberikan gambaran terkait arah kebijakan Upah Minimum Provinsi atau UMP 2026.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menegaskan bahwa penetapan upah minimum tahun depan tidak lagi menggunakan satu angka kenaikan secara nasional, seperti yang diterapkan pada UMP 2025.
Menurut Yassierli, pendekatan baru tersebut disusun untuk mengurangi kesenjangan upah antarwilayah.
Ia menilai bahwa setiap daerah memiliki dinamika ekonomi yang sangat berbeda sehingga kebijakan kenaikan upah harus lebih fleksibel dan adaptif.
“Kami menyadari setiap daerah memiliki pertumbuhan dan kondisi ekonomi yang beragam, sehingga kenaikan upah bukan satu angka,” ujarnya pada Kamis 20 November 2025.
Payung Hukum Penetapan UMP 2026 Berubah, Kini Menggunakan Peraturan Pemerintah
Yassierli mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini sedang memfinalisasi regulasi baru yang akan menjadi dasar penetapan UMP 2026.
Jika selama ini acuan penetapan upah menggunakan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker), maka tahun depan pemerintah akan beralih menggunakan Peraturan Pemerintah (PP).
Dengan perubahan tersebut, pemerintah tidak wajib lagi mengumumkan kenaikan UMP setiap 21 November sebagaimana tercantum dalam PP No. 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan. Skema baru akan menyesuaikan kebutuhan dan jadwal yang ditetapkan dalam PP baru tersebut.
Sejalan dengan Putusan MK, KHL Jadi Komponen Penting dalam Formula Baru
Menaker memastikan bahwa aturan baru ini telah menyesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan bahwa Kebutuhan Hidup Layak (KHL) harus menjadi komponen utama dalam formula upah minimum.
Dengan memasukkan unsur KHL yang lebih adaptif, penetapan UMP diharapkan dapat mencerminkan kondisi ekonomi pekerja di tiap daerah, bukan sekadar angka nasional yang seragam.
Yassierli juga menekankan bahwa PP baru akan memperkuat kewenangan Dewan Pengupahan Daerah dalam proses penetapan UMP. Dewan ini tidak hanya mengkaji, tetapi juga memberikan rekomendasi langsung kepada gubernur.
“MK memberikan kewenangan kepada dewan pengupahan provinsi/kabupaten/kota untuk mengkaji, menyampaikan pada gubernur untuk ditetapkan,” ujarnya.
Di kesempatan berbeda, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial Kemnaker, Indah Anggoro Putri, menambahkan bahwa putusan MK menuntut perluasan definisi alfa dalam formula upah minimum.
Indah menjelaskan bahwa dalam PP No. 51/2023, nilai alfa berada di kisaran 0,1–0,3. Namun setelah putusan MK, nilai tersebut harus diperluas dan disesuaikan agar mempertimbangkan elemen KHL.
“Sekarang kita mempertimbangkan perluasan alfa sebagaimana amanat MK. Tidak lagi 0,1 sampai 0,3, naik sedikit,” ujarnya tanpa membeberkan angka pasti karena regulasinya masih difinalisasi.
Meski ada penyesuaian alfa, Indah memastikan bahwa variabel lain seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi tetap menjadi bagian dari rumus penetapan UMP.
“Variabel-variabelnya sama, hanya saja alfanya harus disesuaikan. Pemerintah wajib mempertimbangkan KHL dan di situlah letak perbedaannya dengan skema penetapan upah sebelumnya,” jelasnya.

