INFOTANGERANG.ID – Belakangan ini kemarau basah sedang melanda sejumlah wilayah di Indonesia.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan bahwa fenomena ini akan membuat masyarakat tetap harus menghadapi hujan walaupun sudah masuk musim kemarau.

Berdasarkan perkiraan BMKG, fenomena kemarau basah akan berlangsung sampai akhir musim kemarau pada Agustus 2025.

Setelah itu, Indonesia akan memasuki masa pancaroba antara September sampai November 2025 sebelum memasuki musim hujan yang diprediksi berlangsung dari Desember 2025 sampai Februari 2026.

Penjelasan Kemarau Basah

Kemarau basah merupakan kondisi cuaca tak biasa di mana tetap terjadi hujan dengan intensitas cukup tinggi meskipun telah memasuki musim kemarau.

Guswanto selaku Deputi Bidang Meteorologi BMKG menyebut fenomena ini dipicu oleh berbagai faktor atmosfer dan perubahan iklim yang memengaruhi pola cuaca di Indonesia.

Kenapa Masih Hujan Meski Musim Kemarau?

BMKG menjelaskan bahwa kondisi hujan yang masih terjadi di tengah musim kemarau, dikenal sebagai kemarau basah.

Fenomena ini disebabkan oleh beberapa faktor cuaca.

Beberapa sistem cuaca seperti peredaran angin siklonik di sekitar Indonesia, fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO), serta gelombang atmosfer tropis seperti Kelvin dan Rossby, membuat langit tetap mendung dan hujan tetap turun.

Walaupun secara kalender sudah masuk musim kemarau, udara yang lembap membuat awan hujan tetap terbentuk.

Apa Hubungannya dengan Perubahan Iklim?

Menurut BMKG, kemarau basah bukan sekadar cuaca aneh sesaat.

Fenomena ini juga menjadi tanda nyata adanya perubahan iklim jangka panjang.

Kombinasi antara perubahan iklim global dan dinamika cuaca tropis membuat Indonesia mengalami pola kemarau yang tak lagi kering seperti biasanya.

Fenomena seperti MJO, Kelvin, dan Rossby membawa banya uap air ke wilayah Indonesia.

Akibatnya, terbentuk banyak awan hujan meski musim kemarau sedang berlangsung.

MJO, misalnya, adalah sistem cuaca yang membawa kelembapan tinggi dan bergerak secara berkala melintasi Indonesia, sehingga menyebabkan hujan deras di luar musim.

Tak hanya itu, kenaikan suhu air laut akibat pemanasan global juga membuat penguapan meningkat.

Udara yang lebih lembap ini mendukung terbentuknya hujan meski seharusnya kering.

Bahkan, MJO menjadi lebih kuat dan bertahan lebih lama karena kondisi laut yang semakin panas, membuat kemarau basah makin sering terjadi.

Daerah yang Kerap Mengalami Kemarau Basah

Guswanto menjelaskan bahwa kemarau basah sering terjadi di wilayah yang punya pola hujan musiman jelas, seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.

Biasanya, wilayah tersebut mengalami kemarau yang kering.

Tapi tahun 2025 ini hujan masih turun karena udara yang terlalu lembap dan cuaca global yang sedang tidak stabil.

Dampaknya terhadap Berbagai Sektor

Fenomena kemarau basah punya efek besar bagi banyak sektor.

Di bidang pertanian, petani bisa kebingungan karena jadwal tanam dan panen jika tidak menentu.

Di sisi lain, hujan yang turun deras saat kemarau bisa menyebabkan banjir lokas dan tanah longsor, apalagi di wilayah yang rawan atau tidak siap menghadapi cuaca yang tidak stabil ini.

Data BMKG mencatat bahwa fenomena kemarau basah sudah beberapa kali terjadi, seperti pada 2010, 2013, 2016, 2020, 2023, dan kembali lagi di 2025.

Ini menunjukkan bahwa pola cuaca semakin sulit diprediksi dan bisa berdampak langsung pada ketahanan pangan nasional.

BMKG Imbau Warga untuk Siaga

Menghadapi cuaca yang tidak menentu ini, BMKG menyarankan masyarakat untuk tetap waspada dan menjaga kesehatan.

Berikut beberapa tips dari BMKG untuk menghadapi kemarau basah:

  • Gunakan topi atau tabir surya saat beraktivitas di luar
  • Minum air yang cukup agar tidak dehidrasi
  • Waspadai hujan deras disertai petir dan angin kencang
  • Hindari tempat terbuka saat petir, dan jauhi bangunan atau pohon yang rawan tumbang
  • Siapkan diri terhadap potensi banjir, banjir bandang, atau longsor
  • Ikuti terus update cuaca di website resmi BMKG (www.bmkg.go.id), akun @infobmkg, atau aplikasi InfoBMKG
  • Tetap tenang dan tahu langkah evakuasi darurat bila terjadi bencana
Dapatkan Berita Terbaru lainya dengan Mengikuti Google News Infotangerang
sosmed-whatsapp-green Follow WhatsApp Channel Infotangerang
Follow
Dwi Oktaviani
Editor
Dwi Oktaviani
Reporter