INFOTANGERANG.ID- Kebiasaan memaki atau melontarkan kata kasar kepada teman memang sering dianggap sebagai bagian dari bercanda, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda.

Namun, ternyata candaan semacam itu bisa berujung pada proses hukum, bahkan pidana penjara.

Dalam hukum pidana Indonesia, tindakan memaki dengan kata kasar atau kata-kata tidak senonoh, termasuk menyebutkan organ tubuh secara vulgar, dikategorikan sebagai penghinaan ringan.

Hal ini diatur dalam Pasal 315 KUHP lama, dan akan diperkuat melalui KUHP baru (UU Nomor 1 Tahun 2023) yang berlaku mulai 2 Januari 2026.

“Penghinaan ringan yang tidak termasuk pencemaran nama baik tetap dapat diproses secara hukum, asalkan dilakukan secara lisan, tertulis, atau perbuatan di hadapan umum,” ujar pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar, SH., MH., dikutip dari kompas.com pada Rabu 16 Juli 2025.

Berapa Lama Hukuman Penjara Jika Melontarkan Kata Kasar pada Teman?

Dijelaskan oleh Dr. Muchamad Iksan, SH., MH., dari Universitas Muhammadiyah Surakarta, orang yang memaki dengan kata tak pantas bisa dikenai pidana penjara maksimal 4 bulan 2 minggu atau denda Rp 4.500 sesuai KUHP lama.
Namun, nilai denda tersebut dinilai sudah tidak relevan, sehingga pengadilan kini lebih condong memilih menjatuhkan hukuman penjara.

Dengan diberlakukannya KUHP baru tahun 2026, ancaman hukuman menjadi lebih berat.

Berdasarkan Pasal 436 UU Nomor 1 Tahun 2023, penghinaan ringan akan dikenai:

  • Pidana penjara hingga 6 bulan, atau
  • Denda maksimal Rp 10 juta (kategori II)

Meski terlihat serius, perlu dipahami bahwa penghinaan ringan adalah delik aduan.

Artinya, proses hukum hanya bisa dimulai jika korban mengajukan laporan resmi ke pihak berwajib, seperti polisi atau penyidik.

Untuk memperkuat laporan, pelapor sebaiknya menyertakan bukti rekaman, tangkapan layar, atau saksi mata.

Meski memiliki ancaman pidana, penghinaan ringan tergolong tindak pidana ringan.

Oleh karena itu, penyelesaiannya sering diarahkan ke jalur restorative justice (RJ), yaitu mediasi antara korban dan pelaku untuk mencapai perdamaian tanpa proses persidangan panjang.

“Jika kedua pihak sepakat, kasus bisa diselesaikan damai tanpa vonis pidana,” tambah Iksan.

Dapatkan Berita Terbaru lainya dengan Mengikuti Google News Infotangerang
sosmed-whatsapp-green Follow WhatsApp Channel Infotangerang
Follow
Iis Suryani
Editor
Iis Suryani
Reporter