INFOTANGERANG.ID- Manajemen Roti O akhirnya menyampaikan permintaan maaf terkait insiden penolakan transaksi tunai yang dialami seorang perempuan lanjut usia di salah satu gerainya.
Peristiwa tersebut menjadi viral di media sosial dan memicu gelombang kritik dari warganet.
Permintaan maaf itu disampaikan melalui unggahan di akun Instagram resmi Roti O pada Minggu (21/12/2025).
Dalam pernyataannya, pihak manajemen mengakui adanya ketidaknyamanan yang dialami pelanggan akibat kebijakan pembayaran non-tunai di gerai tersebut.
“Kami mohon maaf atas kejadian yang beredar dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan,” tulis manajemen Roti O.
Roti O Lakukan Evaluasi Internal
Roti O menjelaskan bahwa penggunaan aplikasi dan sistem pembayaran non-tunai bertujuan untuk memberikan kemudahan transaksi sekaligus menawarkan promo dan potongan harga kepada pelanggan.
Meski demikian, perusahaan menyadari bahwa kebijakan tersebut perlu dievaluasi agar tidak merugikan konsumen tertentu.
“Saat ini kami sudah melakukan evaluasi internal agar ke depannya tim kami dapat memberikan pelayanan yang lebih baik,” lanjut pernyataan resmi tersebut.
Kronologi Kasus Roti O yang Viral di TikTok
Polemik ini bermula dari beredarnya sebuah video di TikTok yang memperlihatkan seorang pria memarahi petugas gerai Roti O.
Dalam video tersebut, petugas disebut menolak pembayaran tunai yang dilakukan oleh seorang nenek, dengan alasan gerai hanya melayani transaksi menggunakan Quick Response Indonesian Standard (QRIS).
Video itu diunggah oleh akun TikTok @arlius_zebua pada Jumat (19/12/2025) dan dengan cepat menyebar luas, memicu perdebatan soal kebijakan pembayaran non-tunai di ruang publik.
Bank Indonesia: Uang Tunai Tetap Penting
Menanggapi kejadian tersebut, Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa uang tunai tetap sah dan memiliki peran penting sebagai alat pembayaran di Indonesia.
Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menekankan bahwa dorongan penggunaan transaksi non-tunai tidak berarti menghapus keberadaan uang tunai.
“Keragaman demografi serta tantangan geografis dan teknologi di Indonesia membuat uang tunai masih sangat diperlukan dan digunakan dalam berbagai transaksi,” ujar Denny, Minggu (21/12/2025).
Ia menjelaskan, BI memang mendorong penggunaan pembayaran non-tunai karena dinilai lebih cepat, aman, dan efisien, serta mampu menekan risiko peredaran uang palsu.
Namun, pilihan instrumen pembayaran tetap harus berdasarkan kesepakatan para pihak yang bertransaksi.
“Penggunaan rupiah sebagai alat transaksi dapat dilakukan secara tunai maupun non-tunai sesuai kenyamanan dan kesepakatan pihak-pihak yang bertransaksi,” katanya.
Denny juga mengingatkan ketentuan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Aturan tersebut secara tegas melarang siapa pun menolak rupiah sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pengecualian hanya berlaku jika terdapat keraguan atas keaslian uang yang digunakan.
Ketentuan ini kembali menjadi sorotan publik seiring maraknya kebijakan gerai yang hanya menyediakan opsi pembayaran non-tunai.
Kasus yang menimpa nenek di gerai Roti O pun menjadi pengingat bahwa transformasi digital dalam sistem pembayaran perlu tetap mempertimbangkan inklusivitas, khususnya bagi kelompok lanjut usia dan masyarakat yang belum sepenuhnya terjangkau layanan digital.

