INFOTANGERANG.ID- Menjelang Hari Raya Idul Fitri, biasanya ada tradisi bagi-bagi THR atau Tunjangan Hari Raya yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
THR ini diberikan oleh perusahaan kepada karyawan atau oleh orang dewasa kepada anak-anak.
Dalam tradisi bagi-bagi THR, uang baru sering menjadi pilihan utama, sehingga kebiasaan ini identik dengan uang pecahan baru.
Bagi masyarakat, baik Muslim maupun Non-Muslim, tradisi bagi-bagi THR ini membawa kebahagiaan tersendiri.
Sementara bagi pemberi THR, hal ini menjadi wujud rasa syukur atas rezeki yang mereka miliki.
Lalu sebenarnya sejak kapan tradisi bagi-bagi THR ini dilakukan di masyarakat Indonesia? Berikut penjelasannya.
Asal Mula Budaya Bagi-Bagi THR
Melansir dari detik.com, menurut Djoko Adi Prasetyo, dosen Antropologi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair), tradisi bagi-bagi THR berasal dari budaya di Timur Tengah yang kemudian diadopsi oleh masyarakat Indonesia.
Meskipun sejarah pembagian THR tidak tercatat secara rinci, Djoko meyakini bahwa tradisi ini berkaitan dengan konsep sedekah dalam Islam.
Sedekah sendiri merupakan ibadah yang memiliki pahala besar, terutama jika dilakukan selama bulan Ramadan.
Dari sinilah terjadi akulturasi budaya antara Timur Tengah dan Indonesia, sehingga pada Hari Raya Idul Fitri, masyarakat yang memiliki rezeki lebih akan berbagi sebagai bentuk perayaan atas kemenangan Idul Fitri.
Djoko Adi Prasetyo juga mengungkapkan versi lain mengenai sejarah pembagian THR.
Ia menjelaskan bahwa tradisi ini sudah ada sejak masa Kerajaan Mataram Islam, di mana para raja memberikan hadiah berupa uang baru kepada anak-anak para pengikut mereka saat Idul Fitri.
Berdasarkan catatan sejarah Kerajaan Mataram Islam pada abad ke-16 hingga ke-18, para raja dan bangsawan terbiasa membagikan uang baru sebagai bentuk rasa syukur atas keberhasilan menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh.
Selain itu, Djoko juga menyebutkan versi sejarah lainnya yang menyatakan bahwa tradisi THR mulai diterapkan pada masa Kabinet Soekiman Wirjosandjojo.
Tokoh dari Partai Masyumi ini menetapkan aturan tentang THR untuk meningkatkan kesejahteraan aparatur negara.
Dari kebijakan tersebut, tradisi ini kemudian meluas ke sektor swasta dan para pengusaha yang turut memberikan THR kepada karyawannya.
THR di Era Modern
Meskipun THR selama ini identik dengan uang tunai atau pecahan kertas, kini banyak masyarakat yang memilih membagikannya dalam bentuk uang elektronik.
Djoko Adi Prasetyo menilai hal ini sebagai bagian dari perubahan yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi.
Meski diberikan secara digital, makna THR tetap sama.
THR online tetap mencerminkan semangat berbagi, kepedulian, rasa syukur, serta kesucian.
Djoko juga menekankan bahwa budaya bersifat dinamis dan tidak bersifat abadi.
Selama masih ada masyarakat yang mempertahankan suatu tradisi, budaya tersebut akan tetap lestari.
Namun, jika masyarakatnya tidak lagi mendukung, maka budaya itu bisa perlahan terkikis atau bahkan hilang.
