Infotangerang.id- Pemerintah Indonesia berencana mengubah penggunaan avtur berbahan bakar fosil menjadi Bioavtur atau Sustainable Aviation Fuels (SAF) secara bertahap.
Hal ini disampaikan Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi dalam Forum Transportasi Udara Asia Pasifik 2024 di Kabupaten Badung, Bali, Selasa, 17 September 2024.
Pihaknya juga secara bertahap akan mengganti dengan avtur yang ramah lingkungan.
Penggunaan Bioavtur Tidah Mudah
Pemerintah sudah melangkah ke sana melalui berbagai pembicaraan dan inisiasi yang dikomandoi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Namun, Budi mengaku mengubah penggunaan avtur fosil ke Bioavtur tidak mudah karena berkaitan dengan hal teknis, pendanaan, dan pemasaran.
Saat ini, ujar Budi, pemerintah berupaya membuat skala ekonomi untuk masa mendatang agar Indonesia memiliki tempat atau bahan sebagai campuran avtur agar dapat menjadi produsen tidak hanya konsumen SAF.
Pemerintah Menargetkan Implementasi Bioavtur Secara Bertahap Mulai 2027
Dia menambahkan pemerintah menargetkan implementasi bioavtur secara bertahap mulai 2027.
“Karena selain teknologinya dibutuhkan, keuangannya juga harus mencari titik terbaik,” ujar Menhub.
Dalam forum tersebut Indonesia menyatakan komitmennya mengembangkan SAF, meningkatkan akses keuangan, serta memperkuat kemitraan untuk mempromosikan SAF dalam revolusi hijau penerbangan.
Lebih jauh, sistem pesawat udara nirawak atau unmanned aircraft systems (UAS) dan mobilitas udara canggih atau advanced air mobility (AAM) menawarkan peluang baru dalam manajemen wilayah udara, mengurangi kemacetan, meningkatkan logistik, serta memangkas emisi.
Komitmen Indonesia disebut sejalan dengan agenda Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) yang menyoroti pentingnya peran SAF dan bahan bakar penerbangan rendah karbon dalam mengurangi emisi karbon dioksida.
Indonesia Siapkan Terobosan Revolusioner dalam Produksi Bioavtur 100 Persen
Terpisah, PT Kilang Pertaina Internasional (KPI), Subholding Refining & Petrochemical Pertamina, menetapkan target untuk memproduksi bioavtur 100 persen pada tahun 2026.
Direktur Utama PT KPI, Taufik Aditiyawarman, menjelaskan bahwa perusahaan sedang mengembangkan Fase 2 Green Refinery Cilacap untuk mencapai tujuan tersebut.
Aditiyawarman menjelaskan bahwa produksi bioavtur 100 persen tidak hanya bergantung pada bahan baku minyak sawit. Minyak jelantah dan lemak binatang juga merupakan bahan baku bioavtur.
“Kami merencanakan penggunaan multiple feedstock seperti used-cooking oil dan animal fat dalam Green Refinery Fase 2, Cilacap,” tambahnya.
Pada tahun 2030, Indonesia berencana untuk menerapkan campuran 5 persen bioavtur dalam bahan bakar penerbangan. Jika produksi dalam negeri berlebih, ada potensi untuk mengekspor produk bioavtur tersebut.
“Ini adalah SAF 100 persen, bukan 2,4 persen lagi. Mungkin pemerintah akan memandatkan penggunaan SAF sebesar 5 persen untuk semua maskapai penerbangan pada 2030,” jelas Aditiyawarman.
Perusahaan juga sedang mengeksplorasi peluang pasar ekspor untuk bioavtur di luar negeri.
“Meskipun di dalam negeri hanya 5 persen wajib, tetapi kami melihat permintaan di luar negeri sudah lebih tinggi untuk penggunaan bioavtur,” tambahnya.
Dengan demikian, Indonesia berada pada posisi strategis untuk memanfaatkan potensi pasar global dalam industri bioavtur. Indonesia dapat menciptakan peluang pendapatan dari ekspor produk tersebut ke depannya.
Baca berita lainnya di Infotangerang dan Tangselife