INFOTANGERANG.ID- Polemik seputar pagar laut misterius Tangerang sepanjang 30,16 kilometer kian memanas.
Hingga kini, belum diketahui secara pasti siapa pemilik pagar laut di Tangerang itu.
Sebelumnya diberitakan, Pengembang kawasan PIK 2 dengan tegas membantah keterlibatan mereka dalam pembangunan struktur bambu pagar laut misterius tersebut.
Bantahan PIK 2 soal kepemilikan pagar laut Tangerang manajemen PIK 2 melalui Toni, menegaskan bahwa proyek mereka tidak ada kaitannya dengan pembangunan pagar laut tersebut.
Sementara itu, Jaringan Rakyat Pantura (JRP) Tangerang mengklaim pagar itu dibangun lewat swadaya masyarakat setempat sebagai langkah mitigasi bencana.
Koordinator JRP, Sandi Martapraja menyebutkan bahwa struktur bambu itu berfungsi mencegah abrasi dan melindungi ekosistem pantai.
“Pagar laut yang membentang di pesisir utara Kabupaten Tangerang ini sengaja dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Ini dilakukan untuk mencegah abrasi,” ujarnya.
Menurut Sandi, keberadaan pagar laut memiliki beberapa manfaat, termasuk memitigasi ancaman tsunami, mencegah abrasi, dan mendukung kegiatan ekonomi seperti tambak ikan.
“Tambak ikan di dekat tanggul juga dapat dikelola secara berkelanjutan untuk menjaga ekosistem tetap seimbang,” kata Sandi.
Hal senada disampaikan Holid, nelayan anggota JRP, yang menekankan bahwa pagar tersebut juga membantu budidaya kerang hijau dan menjadi tambahan penghasilan bagi nelayan.
“(Usaha itu) jadi penghasilan tambahan para nelayan,” jelasnya.
KKP Bakal Bongkar Pagar Laut Misterius Tangerang
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Pung Nugroho Saksono, memberikan tenggat waktu 20 hari kepada pemilik pagar untuk mencabutnya.
“Jika tidak bongkar, KKP akan bongkar. Laut tidak boleh dipagar karena berpotensi merusak ekosistem dan merugikan nelayan,” tegasnya.
Hingga kini, investigasi terkait siapa pemilik dan pembangun pagar laut tersebut masih berlangsung.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, Eli Susiyanti, menjelaskan bahwa pagar itu membentang di wilayah 16 desa di enam kecamatan, dengan struktur bambu setinggi enam meter yang dilengkapi anyaman dan pemberat.