INFOTANGERANG.ID- Sebuah kejadian unik sekaligus membingungkan dialami oleh Pranaya Boutique Hotel yang berlokasi di kawasan Tangerang Selatan (Tangsel).
Pihak manajemen hotel mengaku menerima somasi dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) karena dituduh memutar musik tanpa izin, padahal suara yang dimaksud hanyalah kicauan burung hidup yang dipelihara di area hotel.
General Manager Pranaya Boutique Hotel, Sutan Bustamar Koto, mengungkapkan bahwa surat somasi dari LMKN sudah diterima sejak tahun lalu. Namun karena tidak merasa bersalah dan tidak pernah memutar musik, pihaknya memilih untuk tidak menanggapinya.
“Baru minggu lalu datang lagi surat baru, sifatnya informasi yang bilang kami pakai musik dan harus punya lisensi. Padahal, tidak pernah ada musik di hotel kami,” ujar Sutan pada Rabu, 13 Agustus 2025.
Sutan menegaskan bahwa sejak menjabat pada tahun 2022, tidak pernah ada pemutaran musik maupun pertunjukan band reguler di hotel tersebut.
Pranaya Boutique Hotel Mengusung Nuansa Alam
Konsep Pranaya Boutique Hotel ini memang mengusung nuansa alam, lengkap dengan kolam ikan dan burung hidup yang dibiarkan berkicau bebas di ruang terbuka.
“Burung-burung itu benar-benar hidup, bukan rekaman suara. Tidak ada speaker, tidak ada playlist musik. Jadi kami bingung kok bisa dituduh memutar musik,” tegasnya.
Ia menyayangkan tindakan LMKN yang menurutnya tidak disertai mekanisme yang jelas dan minim sosialisasi. Bahkan, isi surat mencantumkan pasal hukum pidana yang bisa membuat pelaku usaha awam merasa terancam.
“Kami tidak pernah tahu kapan mereka datang, tiba-tiba somasi. Padahal tidak pernah ada penjelasan atau sosialisasi aturan. Ini bisa bikin pengusaha kecil ketakutan,” ujarnya.
Meski mengaku mendukung penuh penghargaan terhadap para seniman musik melalui sistem royalti, namun Sutan mengkritik cara LMKN menyasar pelaku usaha yang tidak relevan dengan pelanggaran.
Ia berharap ada regulasi yang lebih transparan dan edukatif, agar pelaku usaha bisa memahami dengan benar kapan mereka wajib membayar royalti dan kapan tidak.
“Kalau implementasinya seperti ini, jelas meresahkan. Kami yang sedang bertahan di tengah tekanan ekonomi malah diperlakukan seperti pelanggar hukum,” pungkasnya.
Kasus ini membuka diskusi penting soal transparansi aturan hak cipta musik di ruang publik, terutama untuk pelaku usaha di sektor pariwisata dan perhotelan. Apakah suara burung hidup bisa dikategorikan sebagai musik? Ini menjadi preseden hukum yang patut dicermati ke depannya.
