INFOTANGERANG.ID- Tradisi Pacu Jalur di Kuantang Singingi (Kuansing), Riau, kini menjelma menjadi sorotan dunia.
Tradisi ini terkenal bukan hanya karena perlombaan sampan tradisional yang seru, tetapi juga berkat fenomena digital yang disebut “aura framing“.
Tradisi Pacu Jalur ini mulai dikenal dunia bermula dari unggahan-unggahan viral di TikTok dan media sosial lainnya.
Tren ini berhasil membawa tradisi Pacu Jalur Kuansing dari festival lokal menjadi ikon budaya yang dikenal secara internasional.
Salah satu figur yang paling menarik perhatian publik adalah Rayyan Arkan Dikha, bocah berusia 11 tahun yang tampil penuh semangat menari lincah di ujung sampan, menciptakan momen ikonik dalam setiap perlombaan.
Dampak Digital Dari Tradisi Pacu Jalur
Menurut Kepala Dinas Pariwisata Riau, Roni Rakhmat, tren ini memberikan dampak yang sangat besar terhadap promosi wisata daerah.
“Dulu Pacu Jalur dikenal hanya di dalam negeri. Sekarang, berkat viralnya aura farming, eksistensinya menembus batas negara,” ungkapnya sebagaimana dilansir dari kompas.com pada Rabu, 9 Juli 2025.
Statistik promosi digital juga menunjukkan bagaimana peningkatan yang sangat signifikan.
Dari total viewer yang melihat konten Pacu Jalur, hanya 2,6 persen yang merupakan follower, sementara sisanya, yakni 73,7 persen berasal dari luar follower basis.
Hal ini menandakan bahwa minat masyarakat terhadap Pacu Jalur datang dari audiens baru yang sebelumnya belum mengenal tradisi khas dari Riau tersebut.
Sebagai sosok yang berada di ujung sampan, Rayyan bukan hanya menjadi simbol viralitas, tetapi juga representasi kuat dari budaya Melayu yang hidup dan bersemangat.
Tarian energik di ujung sampan itu bukan sekadar hiburan semata, melainkan bagian dari ekspresi seni yang telah menjadi ruh dari tradisi Pacu Jalur sejak dulu.
Fenomena ini tentu menjadi contoh konkret bagaimana konten digital yang otentik dan menarik dapat menjadi jembatan promosi pariwisata, terutama untu budaya tradisional yang mungkin belum banyak dikenal sebelumnya.
