INFOTANGERANG.ID- Setelah ratusan warga dari tujuh RW di Kelurahan Benda Baru menggelar demo di SMAN 3 Tangsel, pihak sekolah akhirnya buka suara.
Aksi damai yang berlangsung pada Rabu, 2 Juli 2025 itu dipicu oleh banyaknya anak warga sekitar yang gagal diterima melalui SPMB 2025, meski rumah mereka sangat dekat dengan sekolah.
Kepala SMAN 3 Tangsel, Aan Sri Analiah, menanggapi bahwa unjuk rasa tersebut adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat secara damai.
Kepala SMAN 3 Tangsel : SPMB 2025 Berjalan Sesuai Aturan
Namun menurutnya, proses seleksi masuk sekolah negeri sudah berjalan sesuai dengan aturan resmi dari pemerintah.
“Kami paham keresahan warga. Tapi seluruh proses seleksi tetap kami jalankan berdasarkan juknis yang berlaku,” ujar Aan saat ditemui di sekolah, Rabu 2 Juli 2025.
Aan menegaskan bahwa dalam pelaksanaan SPMB tahun ini, pihaknya sepenuhnya mengacu pada dua dasar hukum, yaitu:
- Permendikbud Juknis Nomor 3 Tahun 2025, dan
- Peraturan Gubernur (Pergub) Banten Nomor 261
Salah satu jalur yang dipersoalkan warga adalah jalur domisili, yang menurut Aan bukan hanya memperhitungkan jarak rumah ke sekolah, tapi berdasarkan peringkat nilai rapor semester 1–5.
“Pemeringkatannya berdasarkan nilai rapor, bukan hanya siapa yang rumahnya paling dekat. Jalur domisili juga mencakup seluruh warga di dalam kecamatan, bukan hanya radius tertentu dari sekolah,” jelas Aan.
Meski terjadi penolakan dari sebagian warga, Aan menyatakan bahwa sekolah sudah lebih dulu menyampaikan perubahan sistem tersebut melalui surat edaran.
“Kami sudah buat pemberitahuan dan sosialisasi terkait juknis baru, agar masyarakat tidak salah paham,” ungkapnya.
Namun, kenyataannya, banyak warga yang tetap merasa sistem ini tidak berpihak pada anak-anak dari lingkungan terdekat sekolah, apalagi jika mereka memiliki nilai yang sebenarnya cukup baik namun tetap tidak lolos.
Aspirasi Warga Akan Disampaikan ke Dinas Pendidikan
Aan juga menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki kewenangan untuk mengubah atau mengambil keputusan final terkait penerimaan siswa baru, karena semua kebijakan berada di tangan Dinas Pendidikan Provinsi Banten dan Gubernur sebagai pembuat aturan.
“Kami akan menampung aspirasi dan meneruskannya ke dinas. Tapi kami tidak bisa mengambil keputusan di luar kewenangan sekolah,” katanya.
Klarifikasi dari pihak sekolah belum sepenuhnya meredakan ketegangan.
Meski secara teknis mereka mengikuti juknis resmi, rasa ketidakadilan masih dirasakan warga, terutama karena adanya janji lama saat sekolah pertama kali dibangun, bahwa anak-anak dari sekitar akan diprioritaskan.
