Infotangerang.id– Pada Sabtu, 6 Juli 2024, seorang warga di Lampung Tengah tewas tertembak oleh seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) berinisial MSM di sebuah pernikahan.
Korban tersebut bernama M. Saleh Mukadam, warga Desa Mataram Ilir, Kecamatan Seputih Banyak, Lampung Tengah, Provinsi Lampung, yang diudang sebagai tokoh masyarakat setempat,
Diduga hal tersebut merupakan ketidak sengajaan yang dilakukan saat prosesi adat Lampung, yakni melepaskan tembakan ke udara sebagai prosesi penyambutan tamu dalam tradisi Lampung.
Tradisi tersebut dikenal sebagai tradisi timbak, yang berarti tembak dalam bahasa Lampung.
Namun sebenaranya bagaimana tradisi timbak tersebut berlangsung? Berikut ini penjelasan mengenai tradisi timbak yang merupakan adat Lampung.
Mengenal Tradisi Timbak di Lampung
Melansir dari katalampung.com, dalam masyarakat adat Lampung, istilah “tembakan” dikenal sebagai “timbak.”
Timbak biasanya dilakukan saat penyambutan tamu kehormatan, dalam tarian seperti tari Meghanai Kebumian, dan dalam prosesi Penganggik Muli Meghanai pada acara cangget.
Selain itu, timbak juga diadakan pada upacara Cakak Pepadun, tari Igel Mepadun oleh para Penyimbang dan Pengawo Bumi, serta dalam arak-arakan calon pemimpin (punyimbang) dari rumah yang mengadakan acara menuju balai kencana adat yang dikenal sebagai Nuwo Sessat.
Tradisi tersebut juga dilakukan dalam masyarakat Lampung yang menganut adat Saibatin.
Tradisi timbak ini menggunakan meriam dalam acara adat tertentu untuk pemimpin adat atau saibatin mereka.
Timbak sendiri telah ada sejak zaman dahulu, jauh sebelum Indonesia merdeka.
Mengacu pada tradisi sejak zaman dahulu tersebut, tentu praktik timbak merupakan hal yang biasa bagi masyarakat Lampung.
Hal ini karena timbak merupakan warisan atau adat yang harus dilakukan oleh seorang penyimbang atau pemimpin adat dalam konteks yang dianggap sakral.
Menurut Rahmat Santori, seorang tokoh pemuda dari Lampung Utara yang bergelar Suttan Rajo Mudo, timbak dalam prosesi adat Lampung tidak bisa dilakukan sembarangan.
Tembakan ini hanya dilakukan untuk individu-individu tertentu dalam masyarakat adat yang dikenal sebagai punyimbang.
Punyimbang ini mendapatkan warisan adat secara turun temurun, baik dari pihak besan maupun dari paman dari pihak ibu dalam prosesi adat Manjau Balak Begawi.
Macam-macam Timbak
Dalam tradisi adat Lampung, timbak dibagi menjadi beberapa jenis.
Menurut tulisan Minak Mailani Amperawan, jenis-jenis tersebut meliputi Timbak 12, Timbak 6, Timbak 3 (Serabung Buluh), Timbak 2 (Penahasan), Timbak Jawo, dan Timbak Utas.
Penggunaan timbak ini tergantung pada strata Kepenyimbangan dari keluarga yang melaksanakan acara adat Begawi.
Misalnya, untuk Penyimbang Bumi Asal, mereka menggunakan Timbak 12, Timbak Jawo, dan Timbak Utas.
Sedangkan untuk Penyimbang Bumi Biasa, digunakan Timbak 6, Timbak Jawo, Timbak Utas, dan seterusnya sesuai dengan tingkatan strata mereka.
Meskipun merupakan tradisi yang dihormati, pelaksanaan timbak harus dilakukan dengan perhatian khusus oleh penyelenggara.
Posisi pelaksanaan tembakan, keamanan, dan keselamatan harus menjadi prioritas agar tidak menimbulkan risiko bagi orang-orang yang berada di sekitar tempat acara tersebut diselenggarakan.
Larangan Penggunaan Timbak dalam Adat Lampung
Dalam prosesi adat Lampung pepadun (begawi), segala sesuatunya tidak boleh melebihi atau mengurangi standar yang telah ditetapkan, baik itu terkait dengan perlengkapan adat maupun proses yang dilaksanakan.
Pelanggaran terhadap standar ini dapat mengakibatkan sanksi-sanksi yang telah diatur secara turun-temurun.
Termasuk penggunaan timbak dalam prosesi adat Lampung.
Memang, penggunaan timbak merupakan sebuah upaya dalam menjaga keberlanjutan budaya adat dengan melibatkan berbagai cara untuk mempertahankan eksistensinya di masyarakat tanpa mengabaikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Budaya timbak juga merupakan bentuk warisan tradisional yang telah menjadi kebiasaan masyarakat dari masa lampau yang dihargai.
karena timbak mengandung nilai-nilai yang diwariskan secara turun-temurun dalam masyarakat adat, dan timbak sejalan dengan norma-norma yang berlaku.
Namun penggunaan timbak cukup berbahaya, mengingat beberapa kasus tak sengaja tertembak saat penggunaan timbak kerap terjadi.
Melansir dari kompas.com Sekretaris Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL), Humaidi Elhudri, menjelaskan bahwa tradisi timbak ini, bertentangan dengan aturan pemerintah sehingga penggunaannya tentu tidak boleh dilakukan.
Hal ini merujuk pada peraturan pemerintah tentang Undang-undang darurat, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Baca berita lainnya di Infotangerang.id dan Tangselife.com