Infotangerag.id – Sosok ekonom Faisal Basri sangat kritis terhadap kebijakan pemerintah. Ekonom Universitas Indonesia (UI) itu sering mengkritik kebijakan hilirisasi Presiden Jokowi.
Bahkan pada tahun 2023, Faisal Basri dan Jokowi berdebat hingga adu data tentang kebijakan hilirisasi. Faisal Basri dan Jokowi saling bertanggung jawab, meskipun tidak langsung.
Mula-mula, Ekonom Faisal Basri menyebut kebijakan hilirisasi nikel Indonesia menguntungkan China. Hasil hilirisasi menyumbang sembilan puluh persen dari keuntungan total.
Menurut penilaian Faisal, kebijakan hilirisasi seperti hilirisasi nikel hanya menguntungkan negara lain; China, yang memiliki smelter nikel di Republik Indonesia, hanya mendapatkan sepuluh persen dari keuntungan keseluruhan dari kebijakan.
“Setelah nikel pig iron (NPI) dan bijih nikel dihilirisasi, sebagian besar diekspor ke China. Oleh karena itu, industrialisasi China nyata-nyata didukung oleh hilirisasi di Indonesia. Kita hanya bisa mendapatkan 10% dari hilirisasi itu, dan 90% dikirim ke China,” kata Ekonom Faisal Basri dalam acara Kajian Tengah Tahun INDEF bertemakan Menolak Kutukan Deindustrialisasi.
Jokowi juga mempertahankan diri. Dia menjawab dengan tegas kritik Faisal Basri yang menyatakan bahwa kebijakan hilirisasi hanya menguntungkan China. Mantan gubernur DKI Jakarta itu menegaskan bahwa Indonesia masih mendapatkan keuntungan besar dari proses hilirisasi mineral.
Untuk nikel, dia menjelaskan bahwa nilai ekspor nikel mentah hanya 17 triliun rupiah per tahun, tetapi nilai ekspor produk olahan menjadi 510 triliun rupiah per tahun.
“Jika hitungan kita benar, seperti dalam kasus nikel, bahan mentah yang diekspor hanya menghasilkan sekitar 17 triliun rupiah per tahun sebelum hilirisasi turun menjadi 510 triliun rupiah,” ungkap Jokowi di Stasiun LRT Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Kamis (10/8/2023) silam.
Jokowi menjelaskan bahwa negara memperoleh keuntungan dengan mengambil pajak dari proses hilirisasi produk nikel yang diekspor, termasuk PPN, PPh badan dan karyawan, royalti tambang, bea ekspor, dan berbagai PNBP. Menurutnya, pajak yang ditarik jelas lebih besar jika produk yang diekspor adalah produk olahan daripada barang mentah.
“Bayangkan saja jika kita hanya menarik pajak dari 17 triliun rupiah atau 510 triliun rupiah. Ini sangat besar. Karena kita akan mendapatkan PPN, PPh badan, PPh karyawan, PPh perusahaan, royalti, bea ekspor, dan PNBP dari hilirisasi dari sana,” beber Jokowi.
Sosok Ekonom Faisal Basri
Eko Listiyanto, seorang ekonom di Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menyatakan bahwa Faisal Basri telah menjadi inspirasi bagi para peneliti muda.
“Ppendapat saya, Pak Faisal adalah inspirasi bagi peneliti-peneliti muda Indef karena kebijaksanaan, suara, dan gagasan beliau luas, dan fokusnya selalu pada memperbaiki kebijakan ekonomi Indonesia.,” ujar Eko kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan bahwa hal yang menarik tentang Ekonom Faisal Basri adalah bahwa dia tidak hanya berbagi ide dan gagasan, tetapi juga terkadang langsung mendukung kebijakannya.
“Beliau bukan hanya akademisi atau peneliti, tetapi juga aktivis; dalam beberapa kasus, Pak Faisal sering turun untuk demo.,” katanya.
Ekonom Faisal Basri tidak hanya menulis banyak buku tentang ekonomi Indonesia, tetapi dia juga aktif berbagi pendapatnya melalui berbagai sumber informasi, seperti blog dan sosial media.
“Pak Faisal sangat rajin; dia sering menghadiri seminar dan podcast,” kata Eko.
Eko mengungkapkan bahwa Faisal Basri adalah individu yang teguh dalam keyakinannya.
“Teguh dalam konteks memegang prinsip pemikirannya, yang mungkin sangat menginspirasi kami. Karena itu, dia juga memperjuangkan gagasan yang dia katakan di depan umum. Itu menunjukkan seberapa besar keinginan beliau untuk mengatakan bahwa itu bisa bermanfaat bagi orang banyak.,” ujarnya.
Profil Ekonom Faisal Basri
Ekonom alumnus Universitas Indonesia (UI) dan juga pendiri Indef, Faisal Basri, meninggal dunia pada Kamis dini hari di Rumah Sakit Mayapada Kuningan Jakarta.
Ekonom Faisal Basri menyelesaikan pendidikan sarjananya di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (1985) dan meraih gelar Master of Arts bidang ekonomi di Vanderbilt University, Nashville, Tennessee, Amerika (1988), sebagaimana dikutip dari laman LPEM FEB UI.
Keponakan dari mendiang mantan Wakil Presiden RI Adam Malik ini memulai karir sebagai pengajar pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia untuk mata kuliah Ekonomi Politik, Ekonomi Internasional, Ekonomi Pembangunan dan Sejarah Pemikiran Ekonomi.
Faisal juga merupakan pengajar pada Program Magister Akuntansi (Maksi), Program Magister Manajemen (MM), Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Pembangunan (MPKP), dan Program Pascasarjana Universitas Indonesia (1988-sekarang).
Dalam karir akademisnya, Fasial pernah menjadi Ketua Jurusan ESP (Ekonomi dan Studi Pembangunan) FEBUI (1995-1998), dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Perbanas Jakarta (1999-2003).
Sementara di bidang pemerintahan, Faisal Basri pernah mengemban amanah sebagai anggota Tim “Perkembangan Perekonomian Dunia” pada Asisten II Menteri Koordinator Bidang EKUIN (1985-1987) dan anggota Tim Asistensi Ekuin Presiden RI (2000).
Baca berita lainnya di Infotangerang dan Tangselife