INFOTANGERANG.ID- Menikah adalah sebuah ibadah sakral dalam Islam yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.

Namun, sebagian masyarakat masih terjebak pada mitos dan kepercayaan soal waktu terbaik untuk melangsungkan akad pernikahan.

Salah satu mitos yang paling populer adalah larangan menikah di bulan Muharram, yang dalam tradisi Jawa juga dikenal sebagai bulan Suro.

Tetapi, bernarkan menikah di bulan Muharram bisa membawa kesialan? Simak informasi lengkapnya berikut ini.

Asalh-Usul Mitos Larangan Menikah di Bulan Muharram

Di wilayah Nusantara, khususnya tanah Jawa, waktu pernikahan sering kali dipilih dengan sangat hati-hati.

Bulan Muharram atau bulan Suro sering dianggap sebagai bulan sakral yang sebaiknya tidak digunakan untuk hajatan besar, termasuk pernikahan.

Tradisi ini juga sudah mengakar dalam budaya Jawa bahkan sejak masa lampau dan hingga kini masih diyakini.

Menurut masyarakat Jawa, Suro adalah bulan milik “Gusti Allah”, yang dianggap terlalu agung untuk dirayakan dengan pesta atau perayaan.

Keyakinan tersebut yang kemudian membuat banyak pasangan menunda pernikahan meskipun tidak ada larangan resmi dari agama.

Hal ini juga yang kemudian dibahas dalam buku Misteri Bulan Suro: Perspektif Islam Jawa karya Muhammad Sholikhin.

Ia menyebutkan bahwa keengganan menikah di bulan Muhrram lebih karena sikap kehati-hatian budaya, bukan perintah syariat.

Pandangan Islam Soal Larangan Menikah di Bulan Muharram

Dalam Islam,tidak ada larangan menikah di bulan Muharram, bahkan di hari Syura sekalipun.

Islam menganggap bahwa smeua hari dan bulan adalah milik Allah SWT, dan tidak satu pun waktu membawa nasib sial atau buruk kecuali dengan izin-Nya.

Hal tersebut juga dijelaskan dalam buku 79 Hadits Populer Lemah dan Palsu karya Rachmat Morado Sugiarto, yang menegaskan bahwa tidak ada dalil sahih yang melarang pernikahan di bulan ini.

Rasulullah SAW pun dengan tegas menolak konsep thiyarah atau anggapan waktu tertentu membawa sial, sebagaimana dalam sabdanya:

Tidak ada (wabah yang menyebar dengan sendirinya), tidak pula tanda kesialan, tidak (pula) burung (tanda kesialan), dan tidak ada tanda kesialan pada bulan Shafar…” (HR Bukhari)

Hadits ini menunjukkan bahwa kepercayaan terhadap kesialan waktu tertentu adalah warisan masa jahiliah yang dibatalkan oleh Islam.

Dalam Islam, mengaitkan kesialan dengan waktu tertentu atau peristiwa tertentu tanpa dalil bisa masuk ke dalam kategori syirik kecil.

Sebab, ini berarti meyakini adanya kekuatan selain Allah yang bisa menentukan takdir.

Menurut penelitian berjudul Tinjauan Hukum Islam terhadap Larangan Menikah pada Bulan Muharram oleh Erwan Azizi al-Hakim dari IAIN Jember, keyakinan semacam ini berbahaya jika tidak diluruskan.

Islam menolak segala bentuk penentuan nasib berdasarkan waktu, benda, atau simbol tertentu tanpa dasar wahyu.

Dapatkan Berita Terbaru lainya dengan Mengikuti Google News Infotangerang
sosmed-whatsapp-green Follow WhatsApp Channel Infotangerang
Follow