INFOTANGERANG.ID- Seorang balita tewas di Ciputat oleh orang tuanya ini bukan hanya satu kali terjadi, namun tercatat telah berlangsung sebanyak enam kali dalam dua bulan terakhir, dari Juni hingga Juli 2025.
MA yang berusia 4 tahun mendapatkan beberapa jenis kekerasan, mulai dari dipukul, dijambak, ditendang, hingga dilempar.
Hasil visum menyatakan bahwa balita ini mengalami luka serius, termasuk robek pada organ dalam di bagian perut, yang menyebabkan pendarahan hebat hingga akhirnya meregang nyawa.
Kepolisian telah menetapkan kedua orang tua korban, yaitu AAY (26) dan FT (25) sebagai tersangka dalam kasus ini. Keduanya kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum.
Mereka dijerat dengan Pasal 80 ayat 3 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 44 ayat 3 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Ancaman hukumannya tidak main-main, mulai dari penjara seumur hidup hingga hukuman mati.
LPAI dan Kak Seto Soroti Peran Satgas Perlindungan Anak Tangsel
Menanggapi kejadian ini, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi, atau yang akrab disapa Kak Seto, menyampaikan keprihatinan mendalam.
Ia menyinggung kembali fakta bahwa Kota Tangerang Selatan sebelumnya sempat meraih rekor MURI sebagai kota pertama di Indonesia yang memiliki Satgas Perlindungan Anak hingga tingkat RT dan RW. Namun, dengan adanya kasus ini, efektivitas satgas tersebut dipertanyakan.
“Satuan tugas ini seharusnya menjamin kenyamanan dan keamanan anak di lingkungannya, termasuk dalam keluarga. Tapi sekarang, apakah satgas itu masih aktif dan berfungsi sebagaimana mestinya?” tanya Kak Seto saat diwawancarai di Polres Tangsel, Jumat 8 Agustus 2025.
Menurutnya, langkah Pemkot Tangsel dengan membentuk satgas sampai tingkat mikro seperti RT/RW sudah sangat baik, namun perlu terus dipantau dan diperdayakan agar tidak menjadi formalitas semata.
Lebih lanjut, Kak Seto juga mengingatkan bahwa anak adalah makhluk paling rentan, dan segala bentuk emosi atau kekerasan dari orang tua akan berdampak sangat besar bagi perkembangan psikologis mereka.
“Emosi tidak boleh sekali pun dilampiaskan kepada anak. Apalagi sampai menyebabkan kematian. Ini sangat menyedihkan,” ucapnya.
Ia juga mengingatkan bahwa pelaku kekerasan terhadap anak, apalagi dari orang tuanya sendiri, bisa mendapatkan sanksi hukum yang lebih berat.
Kasus ini menjadi alarm keras bagi kita semua, baik sebagai individu maupun bagian dari komunitas. Peran Satgas Perlindungan Anak, RT/RW, hingga masyarakat umum sangat penting dalam mendeteksi dini kekerasan terhadap anak, sebelum jatuh korban berikutnya.
Setiap anak berhak hidup aman, nyaman, dan tumbuh dalam kasih sayang, bukan dalam ketakutan di rumahnya sendiri.
