INFOTANGERANG.ID- Dalam momen libur Nataru 2026, tingkat okupansi hotel di Tangsel justru mengalami penurunan.
Kondisi ini berbeda dengan daerah tujuan wisata lain yang biasanya mengalami lonjakan kunjungan saat musim liburan.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Tangsel, Gusri Effendi, mengungkapkan bahwa pada hari kerja, tingkat hunian hotel di wilayahnya biasanya berada di kisaran 75 hingga 80 persen. Namun saat memasuki periode libur panjang, angka tersebut turun hingga sekitar 60 persen.
“Biasanya okupansi di hari kerja bisa 75 sampai 80 persen, tapi saat libur justru turun. Sekarang hanya sekitar 60 persen,” ujar Gusri saat dihubungi, Jumat, 26 Desember 2025.
Okupansi Hotel di Tangsel Turun: Warga Tangsel Lebih Banyak Berlibur ke Luar Kota
Menurut Gusri, karakteristik hotel di Tangsel berbeda dengan kawasan wisata seperti Bogor atau Bandung. Hotel-hotel di Tangsel umumnya ramai karena aktivitas acara perusahaan dan pemerintahan, bukan murni wisata.
Saat musim libur, banyak warga Tangerang Selatan justru memilih bepergian ke luar kota. Kondisi tersebut berdampak langsung pada menurunnya permintaan kamar hotel di wilayah ini.
“Kalau weekend atau libur panjang, orang-orang Tangsel malah keluar kota. Itu sebabnya hotel di sini justru sepi,” jelasnya.
Gusri memperkirakan, tren penurunan okupansi ini masih akan berlanjut hingga malam pergantian tahun mendatang.
Keluhan Bau Sampah Ikut Berdampak ke Hotel dan Restoran
Selain penurunan okupansi, pelaku usaha hotel dan restoran di Tangsel juga menghadapi persoalan lain. Sejumlah pengelola dilaporkan menerima keluhan dari tamu terkait bau tidak sedap, khususnya di kawasan Serpong.
Gusri menyebut, aroma tersebut diduga berasal dari TPA Cipeucang yang lokasinya tidak terlalu jauh dari beberapa area usaha.
“Sering dikeluhkan, kadang tamu mengira itu dari tempat kita, padahal bau sampah dari Cipeucang,” ungkapnya.
Restoran Paling Terdampak
Dari berbagai lini usaha, sektor restoran disebut menjadi yang paling terdampak oleh persoalan bau tersebut. Aroma tidak sedap dinilai sangat mengganggu kenyamanan pelanggan, terutama saat jam makan.
“Restoran cukup terdampak karena orang sedang makan, lalu tercium bau seperti itu,” kata Gusri.
Meski belum dapat menghitung secara pasti penurunan jumlah pengunjung, Gusri menilai keluhan tersebut bisa berdampak jangka panjang. Pengalaman kurang menyenangkan berpotensi membuat pelanggan enggan kembali di kemudian hari.
“Mungkin hanya keluhan, tapi efeknya bisa besok mereka tidak mau datang lagi,” pungkasnya.

