INFOTANGERANG.ID- Kritikan tajam kembali datang dari aktris dan aktivis media sosial Leony Vitria soal anggaran bantuan sosial atau bansos Tangsel yang menurutnya hanya setara harga satu bungkus mie instan per warga miskin.
Dalam salah satu unggahan Instagram-nya, Leony memposting tangkapan data anggaran yang bertuliskan “Beban Bantuan Sosial Uang Kepada Kelompok Masyarakat”, dengan nilai hanya Rp136 juta.
Ia kemudian membandingkannya dengan jumlah penduduk miskin di Tangsel yang tercatat 43.330 jiwa pada 2024.
“136.421.607 : 43.330 = 3.148. Berarti per orang tuh cuma dapat satu bungkus mie instan dalam setahun,” tulis Leony dalam unggahannya.
Sontak, pernyataan itu viral dan memicu perdebatan soal kejelasan anggaran bansos Tangsel.
Sekda Tangsel Beri Klarifikasi Soal Bansos Tangsel: Bukan Satu-satunya Bansos
Menanggapi viralnya unggahan tersebut, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Tangsel, Bambang Noertjahjo, memberikan penjelasan resmi dalam konferensi pers di Rumah Dinas Wali Kota.
Bambang mengklarifikasi bahwa anggaran Rp136 juta yang dimaksud Leony merupakan alokasi khusus untuk program yang diajukan oleh kelompok masyarakat, dan bukan keseluruhan dana bansos yang dimiliki Pemkot.
“Itu adalah kode rekening bantuan sosial yang diusulkan kelompok masyarakat, bukan bantuan langsung tunai kepada seluruh warga miskin,” jelasnya.
Lebih lanjut, Bambang menegaskan bahwa Pemkot Tangsel memiliki program pengentasan kemiskinan yang jauh lebih besar dan menyeluruh, dengan total anggaran mencapai Rp648 miliar.
“Kalau dikalkulasi kumulatif, dana pengentasan kemiskinan yang telah digelontorkan mencapai Rp648 miliar,” tegasnya.
Rp136 Juta Termasuk, Tapi Bukan Cerminan Keseluruhan
Menurut Bambang, memang benar bahwa dana Rp136 juta merupakan bagian dari strategi penanggulangan kemiskinan, namun tidak bisa dijadikan acuan tunggal untuk menilai upaya pemerintah.
“Apakah yang Rp136 juta itu bagian dari pengentasan kemiskinan? Iya. Tapi itu hanya salah satu, bukan keseluruhan,” katanya.
Pernyataan Sekda ini sekaligus menjawab tudingan bahwa Pemkot hanya mengalokasikan “mie instan” bagi warganya yang kurang mampu.
Meskipun telah ada klarifikasi, publik tetap menuntut transparansi dan kemudahan akses terhadap rincian anggaran, agar tidak terjadi kesalahpahaman seperti ini ke depannya. Terlebih, kritik dari figur publik seperti Leony dianggap sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam pengawasan anggaran.
Kasus ini kembali menyorot pentingnya penyajian data anggaran yang jelas dan mudah dipahami. Sementara itu, klarifikasi dari Pemkot Tangsel menunjukkan bahwa ada lebih banyak aspek dari program bansos yang perlu diketahui publik, dan bukan sekadar angka tunggal dalam dokumen anggaran.
