INFOTANGERANG.ID-Kasus korupsi terbesar di Indonesia ini tercatat sebagai megakorupsi dengan nominal kerugian terbesar sepanjang sejarah.
Kasus korupsi memang seolah mendarah daging di Indonesia, beberapa kasus korupsi terus membayangi bahkan selalu terjadi setiap tahunnya.
Beberapa kasus ini bahkan termasuk dalam daftar korupsi terbesar di Indonesia karena jumlah kerugian negara yang sangat besar.
Salah satunya adalah kasus korupsi PT Timah Tbk dan dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah serta produk kilang di PT Pertamina (Persero).
Kedua kasus tersebut termasuk dalam daftar korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia.
Dugaan kasus korupsi di PT Pertamina ini sendiri baru mencuat pada Selasa, 25 Februari 2025.
Selain itu, ada juga kasus megakorupsi lainnya yang bernilai fantastis yang pernah terjadi di Indonesia.
Lalu, apa saja kasus korupsi tersebut dan berapa jumlah kerugian negara yang harus ditanggung?
10 Daftar Kasus Korupsi Terbesar di Indonesia Sepanjang Sejarah
Melansir Tempo, berikut ini daftar kasus megakorupsi dengan nominal kerugian negara tertinggi sepanjang sejarah Indonesia, yakni:
1. Korupsi PT Timah (Rp300 Triliun)

Penyidik Kejagung berhasil mengungkap adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada periode 2015-2022.
Hingga Rabu, 29 Mei 2024, sebanyak 22 orang telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Harvey Moeis, suami Sandra Dewi, serta crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim.
Berdasarkan audit yang telah dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), tercatat Rp300,003 triliun nominal kerugian negara yang diakibatkan dari kasus tersebut.
Jumlah tersebut berasal dari berbagai faktor dengan perhitungan masing-masing.
Kejaksaan menjelaskan secara rinci bahwa kerja sama penyewaan alat pengolahan timah yang tidak sesuai prosedur telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2,28 triliun.
Selain itu, pembayaran atas bijih timah yang diperoleh dari tambang ilegal mengakibatkan kerugian sebesar Rp 26,6 triliun.
Sementara itu, dampak terhadap lingkungan serta biaya pemulihannya mencapai Rp 271 triliun.
2. Tata Kelola Minyak Mentah Subholding Pertamina (Rp193,7 Triliun)

Kejagung mengungkap adanya konspirasi antara pejabat negara dan perantara dalam dugaan korupsi tata kelola minyak mentah serta produk kilang Pertamina pada periode 2018-2023.
Dalam kasus ini, pada Selasa, 25 Februari 2025, empat pejabat Pertamina telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan (RS).
Selain Riva, tersangka lainnya adalah Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), Sani Dinar Saifuddin (SDS); Direktur PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF); serta VP Feedstock Management PT KPI, Agus Purwono (AP).
Sementara itu, dipihak swasta, tersangka meliputi pemilik manfaat PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR); Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati (DW); serta Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo (GRJ).
Dalam kasus ini tercatat Rp193,7 triliun kerugian negara.
Adapun rinciannya yakni terdiri dari kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui perantara sebesar Rp 2,7 triliun, kerugian impor BBM melalui BMUT atau broker senilai Rp 9 triliun, kerugian kompensasi pada 2023 sebesar Rp 126 triliun, serta kerugian subsidi pada 2023 sebesar Rp 21 triliun.
3. Skandal BLBI (Rp138,4 Triliun)
Kasus korupsi terbesar di Indonesia selanjutnya adalah kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang terungkap pada krisis moneter 1997-1998.
Saat itu Bank Indonesia (BI) menyalurkan pinjaman kepada bank-bank yang tengah berada di ambang kehancuran.
Pada Desember 1998, BI mengalokasikan dana bantuan sebesar Rp147,4 triliun untuk 48 bank, namun dana tersebut justru disalahgunakan oleh para penerimanya.
Melansir dari laman Indonesia Corruption Watch (ICW), hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun 2000 menunjukan bahwa Rp138,4 triliun kerugian negara yang diakibatkan dari kasus BLBI ini.
Sementara itu, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencatat jumlah kerugian yang ditimbulkan dari kasus ini sebesar Rp106 triliun.
Kasus ini melibatkan sejumlah pejabat BI dan pengusaha, termasuk Sjamsul Nursalim dan istrinya, yang diketahui berada di luar negeri.
Namun, pada tahun 2021, KPK mengeluarka SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) terkait kasus BLBI ini sehingga menimbulkan kontroversi di masyarakat.
4. Kasus Korupsi Duta Palma (Rp104,1 Triliun)
Kasus korupsi terbesar di Indonesia lainnya adalah kasus penggunaan lahan negara untuk perkebunan kelapa sawit seluas 37.095 hektare di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
Korupsi ini dilakukan oleh Grup Duta Palma selama 2003-2022 dan telah merugikan negara sebesar Rp104,1 triliun.
Angka tersebut berdasarkan dari hasil pemeriksaan BPKP, yang terdiri dari kerugian keuangan negara sebesar Rp4,9 triliun, serta kerugian perekonomian negara Rp99,2 triliun.
Melansir dari laman Pusat Edukasi Antikorupsi atau Anti-corruption Learning Centre (ACLC) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam kasus ini, pemilik Grup Duta Palma, Surya Darmadi divonis pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Selain itu, ada juga pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp2,2 triliun dan untuk kerugian perekonomian negara yakni sebesar Rp39 triliun.
Selain Surya, manta Bupati Indragiri Hulu, Raja Thamsir Rachman juga divonis pidana penjara selama sembilan tahun denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.
Raja divonis secara hukum karena dianggap membantu memperkaya Surya.
5. Penjualan Kondensat TPPI (Rp35 Triliun)
Penunjukan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) sebagai mitra penjualan minyak mentah (kondensat) milik negara pada 23 Mei 2009 hingga 2 Desember 2011 mengakibatkan kerugian negara sebesar US$ 2,7 miliar atau sekitar Rp 35 triliun.
Berdasarkan standar operating procedure (SOP), hasil dari penjualan seharusnya disetorkan ke kas negara maksimal 30 hari setelah lifting.
Tetapi TPPI tidak menaati kewajiban tersebut dengan alasan mengalam pailit.
Dalam kasus ini, tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni mantan Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Raden Priyono, mantan Deputi Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono, serta mantan Direktur TPPI Honggo Wandratmo.
6. Dana Pensiun PT Asabri (Rp22,78 Triliun)
Kasus korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) menjadi salah satu skandal terbesar dengan kerugian negara mencapai Rp 22,78 triliun.
Menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerugian tersebut disebabkan oleh berbagai penyimpangan yang terjadi di PT Asabri selama periode 2012 hingga 2019.
Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung menetapkan delapan orang sebagai tersangka.
Di antaranya adalah Direktur Utama PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro, dan Komisaris PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat, yang juga terseret dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
7. Kasus Korupsi Izin Ekspor Minyak Sawit Mentah (Rp20 Triliun)

Dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan produk turunannya pada 2021-2022 mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp20 triliun.
Angka tersebut terdiri dari kerugian negara sekitar Rp6 triliun, dampak negatif terhadap perekonomian sebesar Rp 12 triliun, serta keuntungan ilegal sekitar Rp 2 triliun.
Kasus ini berawal dari krisis kelangkaan minyak goreng di Indonesia.
Untuk mengatasi situasi tersebut, pemerintah menerapkan kebijakan pemenuhan pasar domestik (DMO) bagi eksportir.
Namun, beberapa eksportir tetap mendapatkan izin ekspor meski tidak memenuhi kewajiban harga domestik atau domestic market obligation (DPO).
Perhitungan tersebut dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bersama penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) serta melibatkan ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
Lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka, terdiri dari satu pejabat pemerintah dan empat pihak swasta.
Kelima tersangka antara lain Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Wisnu Wardhana; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affairs PT Pelita Agung Agrindustri/Permata Hijau Group, Stanley MA; General Manager General Affair PT Musim Mas, Picare Tagore Sitanggang; serta pendiri dan penasihat kebijakan PT Independent Research & Advisory Indonesia, Lin Che Wei.
8. Kasus Korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Rp16,8 Triliun)
Dugaan korupsi dalam pengelolaan dan penggunaan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya pada periode 2008-2019 menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 16,8 triliun, sebagaimana tercatat dalam laporan audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tertanggal 9 Maret 2020.
Kasus ini terungkap setelah Jiwasraya mengalami krisis likuiditas yang membuat ekuitasnya anjlok hingga minus Rp 27,24 triliun pada November 2019.
Menteri BUMN Erick Thohir kemudian melaporkan adanya indikasi kecurangan di Jiwasraya kepada Kejaksaan Agung, yang kemudian mengusut perkara ini lebih lanjut.
9. Kasus Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda Indonesia (Rp 8,8 Triliun)
Pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 dan Avions de Transport Regional (ATR) 72-600 oleh PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dalam periode 2011-2021 merugikan negara sebesar US$ 609,81 juta atau sekitar Rp 9,37 triliun berdasarkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Sementara itu, Kejagung memperkirakan kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp 8,8 triliun.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyatakan bahwa hasil audit yang diterima menunjukkan penyimpangan dalam pengadaan armada tersebut, yang tidak sesuai dengan konsep bisnis Garuda Indonesia sebagai penyedia layanan penerbangan penuh.
Akibatnya, lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
10. Kasus Korupsi Proyek BTS 4G (Rp8,32 Triliun)

BPKP melaporkan bahwa kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan menara Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) periode 2020-2022 mencapai Rp 8,32 triliun.
Kasus ini mencuat ketika ditemukan bahwa pembangunan BTS 4G tidak berjalan sesuai target.
Bakti Kominfo menargetkan pembangunan 4.200 menara BTS pada 2021 dan 3.700 menara pada 2022, tetapi hingga April 2022 hanya 86 persen yang selesai dibangun, dengan hanya 1.900 lokasi yang benar-benar beroperasi (on air).
