Infotangerang.id, – Indonesia saat ini berada dalam kondisi darurat perokok anak. Diprediksi tahun 2030, perokok anak akan bertambah menjadi 16 persen atau sekitar 15 juta jiwa (data Bappenas).
Meningkatnya perokok anak-anak karena mudahnya akses untuk menemukan dan mendapatkan rokok tersebut, serta masifnya iklan rokok.
Iklan rokok sendiri masih sangat masif untuk menyasar anak-anak, berdasarkan data LPAI 2019 saja perokok anak 73% berawal dari melihat iklam rokok.
Dalam promosi tersebut perokok digambarkan sebagai seorang yang kreatif, gaul, macho, hebat dan lainnya.
Citra positif yang menggambarkan seorang perokok itulah yang membuat rasa penasaran anak-anak untuk mencoba hingga akhirnya kecanduan atau adiksi.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi mengungkapkan, saat ini Indonesia sudah berada dalam keadaan darurat perokok anak. Hal itu ditandai dengan prevalensi perokok anak yang justru meningkan dari tahun ke tahun.
Sementara berdasarkan data dari Komnas Perlindungan Anak (PA) tercatat ada sekitar 39 anak dibawah usia 5 tahun yang menjadi perokok pemula atau baby smoker.
Target pemerintah jumlah perokok anak ini akan turun sampai 8,7 persen pada tahun 2024 melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Namun sepertinya akan susah menurukan jumlah perokok untuk mencapai target yang telah ditentukan tersebut. Karena sampai saat ini usaha pemerintah untuk melakukan pengendalian masih biasa-bisa saja.
Komnas PA Arist Merdeka Sirait juga mengungkapkan, perokok anak tidak pernah dibenahi secara serius dan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 telah gagal untuk mengendalikan jumlah perokok anak.
“PP Nomor 109 tahun 2012 sudah delapan tahun berlalu diberlakukan, tetapi sepertinya tak berguna untuk menolong anak-anak dari risiko terpapar asap rokok,” ungkapnya.
Usaha juga terus dilakukan berbgai pihak untuk menurunkan jumalah perokok agar meminimalisir dampak buruk yang dirasakan anak-anak.
Upaya yang dilakukan diantaranya menaikan pajak rokok dan mencantumkan bahaya atau dampak dari merokok pada kemasan rokok.
Usaha pengendalian ini dirasa belum cukup maksimal dan belum benar-benar secara nyata melindungi masyrakat khususnya anak-anak.
Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari mengatakan, seharunya diadakan perbaikan untuk PP Nomor 109 Tahun 2012.
Perbaikan isi undang-udang ini menurutnya sangat penting untuk dilakukan terkait pelarangan iklan rokok dan untuk menaikan setinggi mungkin harga rokok.
Meskipun dalam undang-undang tersebut terdapat aturan untuk dilarang menjual rokok pada anak dibawah usia 18 tahun. Pada kenytaannya masih saja banyak oknum yang melanggar aturan tersebut.
Melihat fenomena itu, Menurut Lisda sudah sangat tepat untuk melakukan revisi dalam undang-undang terkait dan harus mencantumkan sanksi tegas terhadap pelanggar. Upaya ini semoga bisa menjadi efek jera untuk para perokok. (*/DIN/ASN)