Infotangerang.id– Dewan Pers menyatakan penolakan draf revisi Undang-undang Penyiaran dalam Jumpa Pers pada Selasa, 14 Mei 2024.
Penolakan Draf Perubahan Kedua, Versi Oktober 2023, atas UU No. 32/2002 tentang Penyiaran yang tengah digodok DPR itu dinilai rawan mencederai kebebasan Pers.
Ketua Dewan Pers, Dr. Ninik Rahayu, menyampaikan argumentasi penolakan Dewan Pers terhadap draft RUU ke dalam tiga argumen, yakni:
1. Dalam Konteks Politik Hukum, tidak dimasukannya UU no. 40 tahun 1999 Tentang Pers dalam Konsidera, tidak mencerminkan lahirnya Jurnalistik yang berkualitas sebagai produk penyiaran termasuk distorsi yang akan dilakukan melalui saluran platform.
2. RUU Penyiaran tersebut menjadi sebab Pers di Indonesia tidak merdeka.
“Jika di teruskan (RUU Penyiaran), sebagian aturan-aturannya akan menyebabkan pers kita menjadi produk pers yang buruk, pers yang tidak profesional, dan pers yang tidak independen,” Kata Rahayu pada Selasa, 14 Mei 2024.
3. Dari sisi proses, RUU Penyiaran menyalahi putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 bahwa penyusunan sebuah regulasi harus meaningful Participation.
“Maknanya apa? Harus ada keterlibatan masyarakat untuk didengarkan pendapatnya,” imbuhnya.
Secara subtantif, Dewan Pers menolak draft RUU tersebut adalah karena adanya pasal yang memberikan larangan terhadap media investigatif yang bertentangan dengan UU No. 40 Pasal 4 Tahun 1999 Tentang Pers.
Selain itu, terkait penyelesaian sengketa Jurnalistik yang akan di selesaikan oleh lembaga KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) yang tidak memiliki keterkaitan apapun terhadap penyelesaian Jurnalistik.
Pernyataan Dewan Pers terkait penolakan draft RUU tersebut juga disetujui oleh seluruh komunitas pers yang hadir di Gedung Dewan Pers.
“Seluruh komunitas pers menolak RUU Penyiaran. Kalo di teruskan, maka DPR akan berhadapan dengan seluruh komunitas Pers” Pungkas Rahayu.