INFOTANGERANG.ID- Dalam kasus korupsi Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) periode 2018-2023, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan 9 orang tersangka.
Enam diantaranya merupakan pejabat dari Sub Holding PT Pertamina, dan 3 lainnya dari pihak broker.
Diketahui, para tersangka kasus korupsi Pertamina dari Sub Holding itu memiliki grup WhatsApp bernama ‘Orang-orang senang’ untuk berkomunikasi.
Melansir dari Tempo, saat ini penyidik kejaksaan juga tengah mendalami terkait grup WhatsApp tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar turut mengkonfirmasi grup WhatsApp ‘Orang-orang senang’ itu.
Namun Harli tidak mendengar banyak soal substansi yang dibahas di dalamnya.
Grup WhatsApp ‘Orang-orang Senang’ dalam Kasus Korupsi Pertamina
Lihat postingan ini di Instagram
Grup WhatsApp ‘Orang-orang senang’ ini hanya berisi tersangka korupsi Pertamina dari pihak Sub Holding, sementara tersangka dari pihak swasta tidak ada di dalamnya.
Saat ini Kejaksaa masih terus menyelidiki kasus tersebut dan tengah fokus menggali informasi dari 9 orang tersangka yang sudah ditahan.
Enam orang yang tergabung dalam grup ‘orang-orang senang’ tersebut adalah Direktur Utama Pertamina Patra Niaga (PPN) Riva Siahaan, Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Sani Dinar Saifuddin, serta Direktur PT Pertamina Internasional Shipping Yoki Firnandi.
Selain itu, terdapat pula Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya, VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne, dan VP Feedstock Management PT KPI Agus Purwono.
Sementara tiga orang tersangka lainnya yang tidak tergabung dalam grup, adalah mereka dari pihak broker yakni Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Andrianto Riza, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati dan Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadan Joede.
Dalam kasus korupsi Pertamina ini, penyidik menemukan adanya dugaan pembayaraan dari pembelian Ron 92 yang tidak sesuai dengan spesifikasi.
Pertamina Patra Niaga, yang bertugas dalam pengadaan BBM, diketaui mengimpor Ron 92 dari luar negeri, namun barang yang datang ternyata Ron 90.
Selain melakukan pembelian BBM dengan harga yang tidak sesuai, jaksa menemukan bahwa proses pengolahan dari Ron 90 menjadi Ron 92 dilakukan di PT Orbit Terminal Merak, perusahaan milik tersangka Kerry.
Padahal, seharusnya proses blending tersebut dilakukan di PT Kilang Pertamina Internasional (KPI).
Selain itu, kejaksaan juga mengungkap adanya mark up dalam kontrak pengapalan terkait impor minyak mentah serta produk kilang yang dilakukan oleh Pertamina International Shipping.
Kenaikan harga ini diperkirakan mencapai 13 hingga 15 persen.
Korupsi ini diperkirakan menyebabkan kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun pada tahun 2023 saja, dengan praktik yang telah berlangsung sejak 2018.
Saat ini, kejaksaan masih terus menghitung total kerugian dengan melibatkan berbagai pihak terkait.
Rangkaian praktik kecurangan yang melibatkan para tersangka juga diulas dalam laporan majalah Tempo edisi 9 Maret 2025 dengan judul “Bagaimana Para Tersangka Berkomplot Mengimpor dan Mengoplos BBM.”
