INFOTANGERANG.ID- 1 Muharram menjadi penanda awal Tahun Baru Islam dalam kalender Hijriah, sistem penanggalan yang digunakan umat Islam di seluruh dunia.

Kalender Hijriah sendiri mulai digunakan secara resmi pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab RA.

Beliau menetapkan Tahun Baru Islam 1 Muharram karena itu merupakan peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah sebagai awal perhitungan tahun.

Itu sebabnya, disejumlah negara, termasuk Indonesia, momen ini sering diperingati dengan doa bersama, tausiah, hingga pawai budaya yang berlangsung semarak di berbagai daerah.

Namun, muncul pertanyaan, bagaimana sebenarnya hukum merayakan Tahun Baru Islam 1 Muharram menurut syariat?

Pandangan Ulama Tentang Merayakan Tahun Baru Islam 1 Muharram

Pada dasarnya, tidak ditemukan dalil dalam Al-Quran maupun hadits yang secara tegas menyebutkan anjuran untuk merayakan tanggal 1 Muharram.

Namun dalam dunia fikih, para ulama memiliki pendapat yang berbeda terkait perayaan Tahun Baru Islam, khususnya ucapan selamat atau tahni’ah saat menyambut 1 Muharram.

Sebagian ulama, khususnya dari kalangan Arab Saudi, menyatakan bahwa memberikan ucapan tahun baru Islam tidak disyariatkan.

Salah satu tokoh penting yang mengusung pandangan ini adalah Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin.

Dalam salah satu fatwanya yang dimuat dalam Mausu’ah al-Liqa asy-Syahri, beliau menyebutkan bahwa tidak dianjurkan untuk memulai ucapan selamat tahun baru.

Namun, jika ada orang lain yang lebih dulu mengucapkannya, maka untuk membalasnya diperbolehkan.

Tetapi, Syaikh al-Utsaimin menekankan bahwa lebih baik membalasa dengan doa, seperti:

Semoga Allah menjadikan tahun ini penuh kebaikan dan keberkahan untuk Anda.

Ia juga turut menyampaikan bahwa para salaf (generasi awal Islam), tidak pernah memberikan ucapan selamat saat 1 Muharram.

Mereka hanya merayakan dua hari besar dalam Islam, yakni Idul Fitri dan Idul Adha.

Penetapan 1 Muharram sebagai awal tahun Hijriah pun terjadi setelah wafatnya Rasulullah SAW, tepatnya pada masa Umar bin Khattab.

Oleh karena itu, Syaikh al-Utsaimin menilai bahwa perayaan atau ucapan tahun baru tidak termasuk bagian dari syariat yang diteladankan oleh Nabi SAW.

Pendapat Ulama yang Membolehkan

Di sisi lain, sejumlah ulama memperbolehkan perayaan maupun ucapan selamat tahun baru Islam, selama tidak dianggap sebagai bentuk dari ibadah khusus yang wajib.

Salah satu tokoh yang memperbolehkan ucapan tahun baru Islam adalah Sykh Abdul Karim al-Khudair.

Beliau berpandangan bahwa mendoakan kebaikan kepada sesama muslim di momen-momen seperti ini tidaklah bermasalah.

Lebih jauh, Dr. Yusuf al-Qaradhawi dalam bukunya “Bid’ah dalam Agama: Hakikat, Sebab, Klasifikasi, dan Pengaruhnya” menjelaskan bahwa merayakan Tahun Baru Islam bukan termasuk bid’ah.

Justru menurutnya, peringatan ini memiliki nilai positif dalam memperkuat identitas keislaman dan semangat hijrah.

Beliau mendorong agar umat Islam lebih menghidupkan kalender Hijriah dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam aktivitas sosial dan kelembagaan.

Dengan begitu, Tahun Baru Islam tidak hanya menjadi simbol, tapi juga sarana untuk mengingat perjuangan Rasulullah SAW serta menumbuhkan kesadaran akan nilai hijrah secara spiritual dan sosial.

Meski tidak ada dalil eksplisit yang mensyariatkan perayaan 1 Muharram, tidak pula ada larangan tegas selama perayaannya tidak melanggar prinsip Islam.

Ucapan selamat dan doa dipandang sebagai hal yang boleh dilakukan, asal tidak diyakini sebagai bagian dari ibadah wajib.

Paling penting adalah menjadikan momen Tahun Baru Islam sebagai sarana introspeksi diri, memperbaiki niat dan amal, serta menghidupkan semangat hijrah dalam kehidupan modern.

Dapatkan Berita Terbaru lainya dengan Mengikuti Google News Infotangerang
sosmed-whatsapp-green Follow WhatsApp Channel Infotangerang
Follow
Iis Suryani
Editor
Iis Suryani
Reporter