INFOTANGERANG.ID- Viral fenomena protes masyarakat terhadap Tot Tot Wuk Wuk, yakni penggunaan strobo dan sirene di jalan raya yang semakin menjadi perbincangan hangat, terutama di media sosial.
Aksi ini menyuarakan keresahan warga terhadap kendaraan-kendaraan, baik milik pejabat maupun sipil yang menggunakan rotator, strobo, hingga sirene, meskipun tidak dalam kondisi darurat.
Poster digital, meme sindiran, hingga stiker bertuliskan “Pajak kami ada di kendaraanmu. Stop berisik di jalan Tot Tot Wuk Wuk!” kini ramai dijumpai di dunia maya hingga kendaraan pribadi.
Kalimat “Tot Tot Wuk Wuk” seolah jadi simbol suara bising dari kendaraan yang seenaknya membelah kemacetan tanpa etika.
Sirine Tot Tot Wuk Wuk Bukan Kendaraan Darurat, Tapi Bikin Jalanan Seperti Milik Sendiri
Protes bukan hanya muncul dari pengguna jalan biasa. Beberapa sopir angkot dan ojek online juga menyuarakan kekesalan yang sama.
Rijal (35), sopir angkot JakLingko yang setiap hari mangkal di Terminal Grogol, Jakarta Barat, menyebut penggunaan sirene oleh kendaraan non-darurat sangat mengganggu.
“Kita juga nunggu macet. Kalau enggak penting-penting amat, ya antre aja. Jangan mentang-mentang pejabat,” kata Rijal, Jumat 19 Septembetr 2025.
Hal senada juga disampaikan oleh Budi (45), pengemudi ojek online yang mengaku sering diminta minggir oleh iring-iringan kendaraan pejabat.
“Kalau ambulans sih pasti saya kasih jalan. Tapi kalau cuma mobil pejabat nyala-nyalain strobo, saya sih tetap di jalur. Nggak kasih lewat,” ucapnya.
Budi menilai, penggunaan sirene yang tidak pada tempatnya bukan hanya mengganggu, tapi juga mencoreng citra institusi pemerintah di mata rakyat.
Warga Desak Pemerintah Tertibkan Penggunaan Strobo dan Sirene
Protes ini bukan hanya soal kebisingan, tapi juga soal keadilan dan etika berkendara di ruang publik. Rijal dan Budi menilai, pejabat seharusnya merasakan kemacetan seperti masyarakat pada umumnya, bukan menghindarinya dengan alasan jabatan.
“Kalau pemerintah nggak tegas, makin banyak orang pakai strobo seenaknya. Terus buat apa aturan?” ujar Budi.
Mereka meminta agar aturan diperketat dan penindakan terhadap penggunaan strobo ilegal atau sirene oleh kendaraan sipil lebih masif dilakukan oleh aparat kepolisian.
Fenomena Tot Tot Wuk Wuk ini bahkan sampai di telinga Gubernur Jakarta, Pramono Anung. Ia menyatakan mendukung keresahan masyarakat dan menyebut dirinya jarang menggunakan pengawalan yang melibatkan rotator atau sirene.
“Saya sendiri lebih nyaman jalan tanpa suara ‘tat tot’. Lebih santai,” ujar Pram.
Pernyataan ini pun disambut positif oleh netizen, yang berharap pejabat lain bisa mengikuti jejak Pram dalam berkendara dengan rendah hati dan menghargai pengguna jalan lainnya.
Gerakan protes “Stop Tot Tot Wuk Wuk” mencerminkan kekesalan publik terhadap penyalahgunaan simbol-simbol prioritas di jalan raya. Penggunaan strobo dan sirene bukan hanya soal teknis lalu lintas, tetapi juga soal simbol kekuasaan yang bisa mencederai rasa keadilan sosial.
Dengan semakin besarnya dukungan dari masyarakat, termasuk pejabat publik seperti Gubernur Jakarta, sudah saatnya pemerintah dan penegak hukum berani bertindak tegas terhadap pelanggaran ini.
Karena jalanan bukan milik pejabat saja. Jalanan adalah milik bersama, dan semua punya hak untuk merasa nyaman di dalamnya.
