INFOTANGERANG.ID- Keputusan pemerintah Indonesia memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada mendiang Presiden Soeharto pada Senin (10/11/2025) memicu reaksi besar, termasuk dari media internasional.
Upacara di Istana Negara dipimpin langsung oleh Presiden Prabowo Subianto, yang juga pernah menjadi menantu Soeharto.
Di balik prosesi resmi gelar Pahlawan Nasional itu, kritik deras bermunculan dari aktivis, akademisi, serta keluarga korban pelanggaran HAM era Orde Baru.
Sejumlah media asing melihat langkah ini sebagai bagian dari kecenderungan “membersihkan ulang sejarah” di bawah pemerintahan Prabowo.
Mereka menilai pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan mengabaikan warisan gelap selama ia berkuasa lebih dari tiga dekade.
Sorotan Media Internasional Atas Gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden Soeharto
Berikut ini rangkuman beberapa media internasional yang menyoroti pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada presiden kedua Republik Indonesia, yakni:
1. The Guardian
Media Inggris The Guardian, dalam laporan berjudul “Fury as Indonesia declares late authoritarian ruler Suharto a national hero”, menyoroti ledakan kemarahan publik dan tudingan bahwa pemerintah tengah memoles kembali masa lalu.
Mereka menyatakan bahwa pemberian gelar ini memperkuat dugaan adanya usaha melembutkan citra Orde Baru yang identik dengan korupsi, pembungkaman, dan pelanggaran HAM.
Dalam laporannya, The Guardian menulis bahwa keputusan tersebut “seolah mengutamakan sisi kepahlawanan sambil menyingkirkan catatan kekerasan dan represi.”
Usman Hamid dari Amnesty International Indonesia menyebut keputusan itu “benar-benar tak masuk akal,” mempertanyakan bagaimana figur yang dianggap bertanggung jawab atas tragedi kemanusiaan besar bisa diangkat sebagai pahlawan nasional.
Media itu juga menyinggung kedekatan Prabowo dengan Soeharto, serta rekam jejak sang presiden terkait tuduhan penculikan aktivis 1998.
Sementara itu, Kementerian Kebudayaan melalui Fadli Zon menepis tudingan soal keterlibatan Soeharto dalam tragedi 1965–1966, meski para pengamat menilainya sebagai bagian dari pola pelunakan sejarah yang semakin terlihat sejak Prabowo berkuasa.
2. The Star: Kekhawatiran kembalinya pola lama
The Star dari Malaysia menyoroti dampak politis dan simbolis dari penganugerahan ini.
Dalam artikelnya, mereka menilai gelar tersebut dapat membuka jalan bagi kembalinya gaya kepemimpinan yang menyerupai Orde Baru.
The Star mengutip pernyataan Tadius Priyo Utomo, aktivis Indonesia di Timor Leste, yang ikut berdemo di Jakarta.
Ia menyebut perjuangan masa lalu seperti dihapus begitu saja ketika Soeharto kini ditahbiskan sebagai pahlawan.
Mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman juga memperingatkan bahwa gelar ini bisa menjadi sinyal bagi pemimpin sekarang untuk meniru langkah-langkah represif masa lalu.
Analis politik Kevin O’Rourke menambahkan bahwa keputusan tersebut dapat “memutihkan sejarah dan membuka ruang bagi otoritarianisme,” meski menurutnya demokrasi Indonesia sudah cukup kokoh untuk menahan kemunduran total.
3. BBC: Dilema antara pembangunan dan pelanggaran HAM
Dalam laporan bertajuk “Indonesia names ex-dictator Suharto a ‘national hero’”, BBC menyoroti dilema besar yang membayangi penghargaan ini.
Di satu sisi, Soeharto dikenang sebagai tokoh yang membawa stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.
Namun, sisi lain dari pemerintahan Orde Baru berisi represi, tindakan kekerasan, dan invasi ke Timor Timur yang memakan banyak korban.
BBC menyebut langkah pemerintah sebagai bagian dari narasi pelunakan sejarah Orde Baru.
Media itu juga menyoroti simbolisme politis ketika gelar tersebut diberikan oleh Prabowo, seorang mantan jenderal yang turut menghadapi tuduhan pelanggaran HAM pada 1998.
Menariknya, pada hari yang sama pemerintah juga menganugerahkan gelar pahlawan kepada dua figur yang dikenal berseberangan dengan Soeharto: Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan aktivis buruh Marsinah.
BBC menilai kombinasi ini sebagai upaya menyeimbangkan reaksi publik terhadap keputusan yang kontroversial.
4. AFP: Luka lama kembali terbuka
Kantor berita AFP dalam laporannya menulis bahwa pemerintah menambahkan Soeharto ke daftar Pahlawan Nasional meski ada penolakan keras dari berbagai kelompok masyarakat sipil.
Prabowo memimpin langsung upacara Hari Pahlawan yang menghadirkan 10 tokoh baru, termasuk Soeharto.
AFP mencatat adanya surat terbuka yang ditandatangani sekitar 500 akademisi dan aktivis.
Mereka menyebut keputusan tersebut sebagai bentuk pengkhianatan terhadap korban dan nilai demokrasi.
Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya, menegaskan bahwa figur yang diduga terlibat dalam pelanggaran HAM tidak pantas diberi gelar kepahlawanan.
Di sisi lain, AFP juga memuat pandangan pemerintah.
Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyatakan bahwa gelar tersebut diberikan sebagai bentuk penghormatan kepada pemimpin yang dinilai berjasa besar bagi bangsa.
Sementara itu, keluarga Soeharto yang hadir dalam upacara meminta masyarakat melihat kembali perjalanan hidup Soeharto sejak muda hingga akhir hayatnya.
Siti Hardiyanti Rukmana menyampaikan harapannya agar publik tetap mengingat kontribusi ayahnya bagi Indonesia.

