Infotangerang.id – Para pakar, akademisi, dan pelaku industri sepakat bahwa potensi pengembangan produk berbasis kelapa sawit masih sangat besar, terutama di sektor usaha kecil dan menengah (UKM). Selain bernilai ekonomi tinggi, produk sawit juga telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Saat ini, jumlah pelaku UKM sawit terus meningkat di berbagai wilayah seperti Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi.
Kesimpulan tersebut mengemuka dalam Workshop Jurnalis Promosi UKM Sawit bertema “Kolaborasi Media dan Pelaku UKM Sawit untuk Indonesia Emas 2045” yang digelar di Serpong, Banten, Kamis (23/10/2025).
Acara ini diselenggarakan oleh Majalah SAWIT INDONESIA dengan dukungan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), dan Asian Agri.
Workshop menghadirkan sejumlah narasumber di antaranya Puspo Edi Giriwono, Ph.D (Director SEAFAST Center IPB), Bachtiar Priyambodo (Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan), Mochamad Husni (Media Relations GAPKI), serta Shandyka Yudha Pratama (General Manager PT Ratu Bio Indonesia). Diskusi dimoderatori oleh Hamzirwan Hamid, Head of Editorial Collaboration Harian Kompas.
Acara dibuka oleh Metty Kusmayantie, Asisten Deputi Produksi dan Digitalisasi Usaha Menengah Kementerian Koperasi dan UKM RI, dan turut dihadiri Ir. Sahat Sinaga, Ketua Umum DMSI, bersama 50 jurnalis media cetak dan online.
Dalam sambutannya, Metty menyampaikan apresiasi atas sinergi antara media, pemerintah, dan pelaku usaha sawit. Menurutnya, kolaborasi lintas sektor ini merupakan langkah strategis untuk memperluas eksposur positif terhadap komoditas unggulan nasional tersebut.
“Kami mengapresiasi inisiatif ini sebagai bentuk nyata sinergi antara UKM, media, pemerintah, dan industri. Sektor sawit menyumbang sekitar 60 persen terhadap ekspor dan menyerap 67 persen tenaga kerja nasional, sehingga menjadi pondasi penting bagi perekonomian,” ujar Metty.
Sementara itu, Ketua Pelaksana Workshop, Qayum Amri, menyoroti peran strategis BPDPKS dalam pengembangan UKM sawit. Ia menyebut, BPDP telah menerbitkan katalog berisi 100 produk inovatif dari 22 UKM di sejumlah daerah, mulai dari Riau, Aceh, Jambi, hingga Jawa dan Sulawesi.
“Selama ini sawit hanya dikenal sebagai minyak goreng, padahal ada 32 produk turunan seperti batik, skincare, kosmetik, lilin, kopi, cokelat, hingga mie sawit merah,” jelas Qayum.
Ia menambahkan, pemilihan Tangerang Selatan sebagai lokasi kegiatan bukan tanpa alasan, sebab wilayah ini memiliki potensi besar di sektor hotel, restoran, dan MICE yang dapat menjadi pasar potensial bagi produk UKM sawit.
“Sawit bukan milik korporasi semata, tapi milik semua. Dengan pemberitaan positif, kita bisa menghapus stigma negatif terhadap sawit. Terlebih, 40 persen lahan sawit saat ini dimiliki oleh petani kecil,” ujarnya.
Director SEAFAST Center IPB, Puspo Edi Giriwono, menegaskan bahwa sawit adalah produk strategis yang mampu menggerakkan ekonomi dari tingkat akar rumput hingga industri besar.
“Kalau teknologinya dikuasai, sawit bahkan bisa dijadikan bahan bakar roket. Sama-sama hidrokarbon seperti minyak bumi, tapi sawit tumbuh egaliter dari bawah,” ungkapnya.
Menurut Puspo, produktivitas sawit jauh melampaui minyak nabati lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan global sebesar 225 juta ton minyak nabati, sawit hanya memerlukan seperempat luas lahan dibanding kedelai atau bunga matahari. Ia juga menambahkan, riset IPB menunjukkan bahwa minyak sawit merah dapat membantu pencegahan stunting dan meningkatkan fungsi kognitif anak.
“Vitamin A dan E dalam minyak sawit merah sangat tinggi. Di Nigeria, kekurangan vitamin A hampir tidak terjadi karena konsumsi sawit merah,” jelasnya.
Kepala Dinas Koperasi dan UKM Tangerang Selatan, Bachtiar Priyambodo, menyebut UMKM sebagai tulang punggung ekonomi daerah.
“Pertumbuhan ekonomi Tangsel mencapai 5,02 persen dengan tingkat kemiskinan terendah di Banten, yakni 2,36 persen. Itu semua ditopang oleh sektor UMKM,” ujarnya.
Ia menambahkan, Pemkot Tangsel terus mendorong pelaku usaha agar naik kelas melalui legalisasi usaha, pelatihan, dan inkubasi bisnis.
“Kami ingin pelaku UMKM tidak sekadar bertahan, tetapi bisa menjadi bagian dari rantai pasok industri sawit nasional,” tambahnya.
Dari sisi industri, Mochamad Husni dari GAPKI menilai peran media sangat penting dalam mempertemukan potensi UKM sawit dengan pasar.
“Banyak produk UMKM sawit belum dikenal publik. Padahal sawit hadir di setiap aspek kehidupan manusia—mulai dari sabun, makanan, hingga tinta printer,” katanya.
Sedangkan Ketua Umum DMSI, Sahat Sinaga, menekankan pentingnya peran koperasi dan UKM dalam membangun kemandirian industri sawit.
“Kemajuan industri sawit ada di tangan UKM dan koperasi. Kita harus membentuk koperasi modern berbasis teknologi, dan mengubah petani dari objek menjadi subjek dalam rantai nilai sawit,” tegas Sahat.
