INFOTANGERANG.ID – Ingin berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia? Simak penjelasan lengkap hukum kurban untuk orang meninggal menurut mazhab Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan Hanbali.

Sebentar lagi umat Muslim akan merayakan Idul Adha 1446 H/2025.

Momen yang bersamaan dengan Lebaran Haji ini dimanfaatkan untuk melaksanakan ibadah kurban.

Berkurban sendiri merupakan ibadah yang penting dalam Islam, terutama ketika Hari Raya Idul Adha.

Dalam hukum fikih, kurban tergolong sunnah muakkad, yakni sunnah yang sangat dianjurkan.

Namun hukum ini bisa berbeda dalam kondisi tertentu.

Bagi Nabi Muhammad SAW, berkurban adalah wajib sebagaimana sabdanya:

“Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk berkurban, dan hal itu merupakan sunnah bagi kalian.” (HR. At-Tirmidzi)

Dalam keluarga, hukum kurban bersifat kifayah, cukup satu orang yang mewakili semua anggota rumah.

Namun jika seseorang tinggal sendiri, maka kurban menjadi sunnah ‘ain, yakni anjuran pribadi.

Ibadah kurban berlaku bagi Muslim yang merdeka, baligh, berakal, dan mampu.

Bolehkah Berkurban untuk Orang yang Sudah Meninggal?

Pertanyaan ini sering muncul, khususnya jika orang yang telah meninggal dunia belum sempat berkurban semasa hidup.

Para ulama berbeda pendapat dalam menyikapi hukum berkurban untuk orang yang sudah meninggal. Simak penjelasannya di bawah ini:

Pendapat Mazhab Syafi’i: Tidak Boleh Tanpa Wasiat

Imam Nawawi, ulama terkemuka dalam mazhab Syafi’i, menegaskan bahwa berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia tidak sah kecuali ada wasiat semasa hidupnya.

“Tidak sah berkurban untuk orang lain tanpa izinnya, dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia apabila ia tidak berwasiat.” (Minhaj ath-Thalibin, hlm. 321)

Alasannya, kurban adalah ibadah yang memerlukan niat. Karena orang yang meninggal tidak bisa lagi berniat, maka kurban untuknya tidak dapat dilakukan kecuali melalui wasiat yang jelas.

Pendapat Lain: Boleh, Karena Termasuk Sedekah

Namun, ada pandangan lain dalam mazhab Syafi’i yang memperbolehkan berkurban untuk orang yang sudah meninggal secara mutlak, seperti disampaikan oleh Abu al-Hasan al-Abbadi.

Menurutnya, kurban bisa dianggap sebagai bentuk sedekah, yang pahalanya dapat sampai kepada almarhum.

“Berkurban untuk orang meninggal diperbolehkan karena termasuk sedekah, dan sedekah untuk orang meninggal sah, bermanfaat, serta pahalanya sampai kepadanya.” (al-Majmu’, juz 8, hlm. 406)

Pendapat Mazhab Lain: Diperbolehkan, Tapi Ada Catatan

Pandangan yang memperbolehkan juga dianut oleh mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali. Dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, dijelaskan bahwa jika ahli waris atau orang lain ingin berkurban untuk almarhum dari harta sendiri, maka hal tersebut boleh.

“Mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali memperbolehkan kurban untuk orang yang telah meninggal, meskipun mazhab Maliki menganggapnya makruh.” (al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah, juz 5, hlm. 106-107)

Dasar dari pendapat ini dijelaskan bahwa kematian tidak menghalangi seseorang untuk didekatkan kepada Allah, sebagaimana pahala sedekah dan haji yang bisa diniatkan atas nama orang yang telah wafat.

Dapatkan Berita Terbaru lainya dengan Mengikuti Google News Infotangerang
sosmed-whatsapp-green Follow WhatsApp Channel Infotangerang
Follow
Dwi Oktaviani
Editor
Dwi Oktaviani
Reporter