INFOTANGERANG.ID- Dalam draf regulasi baru yang tengah disusun Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), ukuran rumah subsidi akan diperkecil secara signifikan.
Luas bangunan minimal yang sebelumnya 21 meter persegi, kini diusulkan hanya 18 meter persegi. Sementara luas tanahnya dipangkas dari 60 meter persegi menjadi 25 meter persegi.
Kebijakan soal rumah subsidi ini langsung memicu reaksi keras dari masyarakat. Di media sosial, banyak yang menyamakan ukuran rumah subsidi baru ini dengan “kandang ayam”.
Warganet mempertanyakan apakah rumah sekecil itu layak huni, apalagi untuk keluarga.
Kebijakan Rumah Subsidi yang Diperkecil Masih Tahap Konsultasi Publik
Menteri PKP Maruarar Sirait pun buka suara. Ia menegaskan bahwa draf tersebut masih dalam tahap konsultasi publik.
“Kami sedang meminta masukan dari masyarakat. Silakan sampaikan pendapat,” ujarnya.
Meski lebih kecil, pemerintah berdalih kualitas rumah tetap dijaga.
Sri Haryati, Direktur Jenderal Perumahan Perkotaan, menjelaskan bahwa setiap rumah subsidi harus memenuhi standar kelayakan yang mencakup aspek keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan.
“Rumah bukan sekadar tempat tinggal. Ini fondasi kehidupan. Minimalis bukan berarti murahan,” tegasnya.
Kebijakan ini tak lepas dari upaya pemerintah mengatasi backlog perumahan nasional yang saat ini menembus 9,9 juta unit.
Dengan ukuran lebih kecil, pembangunan rumah bisa lebih cepat, lebih murah, dan lebih dekat ke pusat kota, serta mengurangi biaya transportasi bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Regulasi juga mendorong konsep kawasan campuran, di mana rumah subsidi berdampingan dengan hunian komersial, berbagi fasilitas umum yang sama.
Pemerintah menargetkan revisi aturan ini rampung setelah konsultasi publik, terutama sebagai pendukung program FLPP 2025 yang ditargetkan mencapai 350.000 unit rumah subsidi.
Namun, tidak semua pihak setuju. Ketua Umum Apersi, Junaidi Abdillah, menganggap rumah subsidi berukuran 18 meter persegi rawan menimbulkan masalah sosial.
“Luas kurang dari 9 meter persegi per orang tidak sehat. Rumah seperti ini hanya cocok untuk hunian sementara, bukan untuk masa depan keluarga,” jelasnya.
Junaidi menyarankan kebijakan ini hanya diterapkan di kota-kota besar dengan keterbatasan lahan, sementara di daerah-daerah lain tetap mengacu pada aturan sebelumnya.
Sebagai informasi, draf terbaru ini akan menggantikan aturan yang sebelumnya tercantum dalam Kepmen PUPR No. 689/KPTS/M/2023, di mana rumah subsidi wajib memiliki tanah minimal 60 meter persegi dan luas bangunan minimal 21 meter persegi.
Untuk bisa diberlakukan, perubahan tersebut juga memerlukan revisi pada PP Nomor 12 Tahun 2021 yang menjadi payung hukum perumahan dan kawasan permukiman.
