Infotangerang.id- Daerah Istimewa Yogyakarta atau Jogja terancam Megathrust dengan potensi tsunami 10 meter lantaran terkepung dua sumber gempa, yakni Sesar Opak dan megathrust.
Bahkan beberapa titik sudah disiapkan buat mengantisipasinya, termasuk Yogyakarta International Airport (YIA).
Zona megathrust merupakan area dengan dua lempeng tektonik bertabrakan yang salah satunya menyusup di bawah lempang lainnya dalam proses yang disebut subduksi.
Proses ini dapat menyebabkan penumpukan energi besar yang dapat terlepas secara tiba-tiba dalam bentuk gempa besar hingga memicu tsunami.
Sumber Bahaya di Selatan Jawa
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengungkapkan sumber bahaya di selatan Jawa.
Pertama, Sesar Opak di daratan DIY dengan potensi magnitudo 6,6.
Kedua, sumber gempa subduksi lempeng atau megathrust di lautan dengan potensi magnitudo 8,7 di selatan Jawa yang masih terus aktif.
Menurut Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017, di selatan DIY ada dua segmen megathrust yang berdekatan, yakni Segmen Megathrust Jawa Barat (magnitudo maksimum 8,8) dan segmen Jateng-Jatim (MMax 8,9)
Tak cuma gempa, Dwikorita menyatakan ada potensi tsunami setinggi 8-10 meter yang bisa menerjang pantai Selatan Jawa.
“Sesar Opak merupakan sumber gempa yang jalurnya terletak di daratan ini memang aktif dan belum berhenti aktivitasnya. Sedangkan di Samudra Hindia selatan Yogyakarta juga terdapat sumber gempa subduksi lempeng atau megathrust, yang juga masih sangat aktif,” ungkap Dwikorita tahun lalu.
Segmen Megathrust Dekat Jogja Pecah Senin, 26 Agustus 2024 pukul 19.57 WIB
Terbaru, segmen megathrust di dekat Jogja pecah pada Senin, 26 Agustus 2024 pukul 19.57.42 WIB, dan memicu gempa dengan Magnitudo 5,5 mengguncang Gunungkidul, DIY, dan sekitarnya.
“Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalamannya, gempa selatan Gn. Kidul M5,5 merupakan jenis gempa dangkal akibat deformasi batuan di bidang kontak antar lempeng (megathrust),” ujar Daryono, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, dalam unggahannya di X, Selasa (26/8) malam.
Dwikorita pun mengingatkan soal pentingnya pelatihan mitigasi kebencanaan kepada masyarakat di DIY harus terus dilakukan secara berkelanjutan.
“Jadi tidak boleh berhenti upaya mitigasi dan pelatihan-pelatihan kepada masyarakat. Khususnya yang tinggal di wilayah pesisir karena ancaman tsunami juga menghantui selain gempa bumi,” imbuh dia.
Lokasi evakuasi
Dwikorita menjelaskan zona-zona rawan dekat laut dekat pantai mestinya ada sempadannya, dikosongkan harus kokoh harus tahan gempa.
“Misalnya Yogyakarta International Airport, itu sudah disiapkan untuk menghadapi megathrust. Jadi dibangun InsyaAllah desainnya dirancang kuat gempa 8,5 Magnitudo-nya, itu megathrust,” lanjut Dwikorita.
Ia juga menyebut bangunan ini punya ketinggian yang disiapkan buat mengantisipasi potensi gelombang tsunami.
“Elevasinya lebih tinggi dari elevasi tsunami, kan kurang lebih di sana itu sekian belas meter [potensi tsunaminya].”
Bandara YIA Dinilai Aman dari Gempa dan Tsunami
“Kalau di Bandara YIA ada gempa ada tsunami, jangan keluar gedung, tempat paling aman di situ, tapi lari ke lantai mezzanine dan lantai 2, dan ada crisis center untuk masyarakat, mampu menampung 2.000 orang, bandaranya menampung 10 ribu orang,” urai dia.
Dikutip dari situsnya, YIA “dibangun dengan kesiapan mitigasi bencana seperti likuefaksi, gempa bumi, tsunami, banjir, dan abu vulkanik.”
Secara infrastruktur, YIA dirancang dan dibangun dengan ketahanan terhadap gempa 8,8 Magnitudo, dengan pusat gempa 400 meter dari bibir pantai, dan pondasi bangunan terminal menggunakan bored pile dengan kedalaman 26 meter.
“Bangunan gedung terminal YIA adalah struktur bangunan skala mega pertama di Indonesia yang dirancang khusus untuk menghadapi guncangan akibat gempa besar 8.8 magnitudo di pertemuan lempeng Australia dan lempeng Asia,” menurut YIA.
Untuk mitigasi tsunami, YIA dirancang untuk menghadapi gelombang dengan proyeksi ketinggian maksimum 12,8 MSL (Mean Sea Level).
Apabila terjadi tsunami, diproyeksikan akan membutuhkan waktu 35 menit untuk sampai ke Gedung Terminal.
Posisi Runway
Posisi runway bandara berada pada ketinggian 7,4 MSL (Mean Sea Level), lantai dasar terminal berada pada ketinggian 9,25 MSL, lantai mezzanine terminal berada pada ketinggian 15,25 MSL, lantai 2 Terminal berada pada ketinggian 21,25 MSL.
Peralatan utama mekanikal dan elektrikal berada di lantai mezzanine atau di elevasi +15 MSL, serta memiliki fasilitas Gedung Crisis Centre 4 lantai dengan luas bangunan 5284 meter persegi, sebagai tempat evakuasi yang mampu menampung 1.000 jiwa.
Baca berita lainnya di Infotangerang dan Tangselife