INFOTANGERANG.ID– Gempa megathrust yang diisukan tinggal menunggu waktu terjadi di Indonesia sempat menghebohkan publik beberapa waktu lalu.
Hal tersebut bermula dari ungkapan yang disampaikan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada Agustus 2024 lalu.
Kala itu gempa megathrust yang mengguncang Miyazaki Jepang berkekuatan M 71, menghebohkan dunia.
Gempa tersebut memicu tsunami kecil yang kemudian menciptakan kekhawatiran bagi para ilmuwan dunia termasuk Indonesia.
Meskipun begitu, Kepala Pusat Gempa bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menegaskan bahwa gempa di Jepang tidak memiliki hubungan langsung dengan potensi gempa megathrust di Indonesia.
Namun, Daryono kembali mengingatkan bahwa Indonesia juga memiliki zona megathrust yang berpotensi serupa, seperti di zona seismic gap (zona kekosongan gempa besar) Selat Sunda dan Mentawai-Siberut.
Terjadinya Gempa Megathrust Bukan Peringatan Dini tapi Imbauan Mitigasi
Zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut dinilai oleh BMKG dan para ahli telah menjadi zona seismic gam yang sudah berlangsung selama ratusan tahun.
Zona kekosongan gempa besar harus diwaspadai karena dapat melepaskan energi gempa besar sewaktu-waktu.
Jika bila dibandingkan dengan gempa di Tunjaman Nakai Jepang yang memiliki usia seismic gap 78 tahun, usia seismic gap di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut hampir 4 kali lebih besar, yakni masing-masing 267 tahun dan 227 tahun.
Artinya zona tersebut menyimpan energi gempa yang kemungkinan lebih dahsyat dan perlu diperhatikan.
Daryono menjelaskan bahwa narasi “tinggal menunggu waktu” yang dulu pernah diungkap BMKG bukanlah bentuk peringatan dini, yang menggambarkan seolah-olah gempa bisa terjadi dalam waktu dekat.
Tetapi merupakan imbauan agar Indonesia lebih serius dalam menyiapkan upaya mitigasi.
Senada dengan Daryono, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menegaskan pentingnya pembahasan tentang gempa megathrust untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap dampaknya di masa depan.
Hal ini bertujuan agar langkah mitigasi segera diambil.
Tujuannya adalah untuk mendorong tindakan nyata, tidak hanya sebatas wacana. Mitigasi, edukasi, persiapan, dan kesiapsiagaan menjadi kunci.
Zona Gempa Megathrust di Indonesia
Selain Selat Sunda dan Mentawai-Siberut, Indonesia memiliki 16 zona megathrust yang berada di zona subduksi aktif.
Indonesia memiliki sejumlah zona subduksi aktif, antara lain Subduksi Sunda, Subduksi Banda, Subduksi Lempeng Laut Maluku, Subduksi Sulawesi, Subduksi Lempeng Laut Filipina, dan Subduksi Utara Papua.
Zona-zona ini terbagi menjadi beberapa segmentasi sumber gempa megathrust yang berpotensi memicu gempa besar.
Berdasarkan Peta Sumber dan Bahaya Gempa yang dirilis oleh Pusat Studi Gempa Nasional pada tahun 2017, berikut adalah daftar zona megathrust di Indonesia beserta estimasi kekuatan gempa maksimumnya:
1. Megathrust Aceh-Andaman: M 9,2
2. Megathrust Nias-Simeulue: M 8,9
3. Megathrust Batu: M 8,2
4. Megathrust Mentawai-Siberut: M 8,7
5. Megathrust Mentawai-Pagai: M 8,9
6. Megathrust Enggano: M 8,8
7. Megathrust Selat Sunda-Banten (SSB): M 8,8
8. Megathrust Jawa Barat: M 8,8
9. Megathrust Jawa Tengah-Jawa Timur: M 8,9
10. Megathrust Bali: M 9,0
11. Megathrust NTB: M 8,9
12. Megathrust NTT: M 8,7
13. Megathrust Laut Banda Selatan: M 7,4
14. Megathrust Laut Banda Utara: M 7,9
15. Megathrust Utara Sulawesi: M 8,5
16. Megathrust Lempeng Laut Filipina: M 8,2
Zona-zona ini menjadi fokus penting dalam upaya mitigasi gempa di Indonesia.