Infotangerang.id– Bagi umat Muslim di Indonesia yang tidak pergi haji, hari raya Idul Adha tentu sangat dinantikan.
Hal ini karena hari Idul Adha menjadi kesempatan yang tepat untuk menumbuhkan rasa cinta dan kepedulian terhadap sesama.
Selain itu, hari raya Idul Adha di beberapa daerah di Indonesia memiliki tradisi unik dalam merayakan Lebaran Haji, itu sebabnya mengapa hari raya tersebut sangat dinantikan
Hari raya idul adha atau lebaran haji memang identik dengan kurban.
Biasanya, hewan yang dikurbankan adalah sapi, kambing, atau domba.
Daging dari kurban ini kemudian dibagikan kepada masyarakat yang kurang mampu.
Namun, selain kegiatan penyembelihan hewan kurban, Hari Raya Idul adha juga dirayakan dengan berbagai tradisi unik di beberapa daerah.
Tradisi-tradisi tersebut tidak hanya merupakan bentuk rasa syukur atas nikmat kurban, tetapi juga memperkuat persaudaraan dan kerja sama di antara masyarakat.
Lalu apa saja ya tradisi unik hari Raya Idul Adha di Indonesia? Berikut penjelsannya.
Tradisi Unik Hari Raya Idul Adha di Indonesia
Mengutip dari beberapa sumber, dibeberapa belahan daerah di Indonesia, perayaan idul adha disambut meriah dengan berbagai tradisi, diantaranya:
1. Meugang di Aceh
Tradisi Meugang berasal dari kata Makmeugang.
Tradisi ini begitu dikenal dikalangan masyarakat Aceh, apalagi menjelang perayaan hari besar keagamaan.
Meugang sudah menjadi tradisi yang berlangsung selama ratusan tahun sejak dulu.
Tradisi ini biasanya ditandai dengan acara makan bersama daging sapi atau daging kerbau yang dimakas dengan berbagai cara.
Menjelang perayaan hari besar Islam seperti saat ini, banyak pedagang daging di Aceh mulai menjajakan daging segar yang digantung untuk dijual kepada masyarakat.
Tradisi Meugang ini memiliki akar sejarah dari masa kerajaan Aceh, di mana hewan disembelih dan dagingnya dibagikan secara gratis kepada masyarakat sebagai tanda syukur atas kemakmuran.
Tradisi ini terus dilestarikan hingga sekarang oleh masyarakat Aceh sebagai bentuk perayaan dan rasa syukur dalam menyambut hari-hari suci umat Islam.
2. Apitan di Semarang
Selain Meugang di Aceh, tradisi unik hari raya Idul Adha di Indonesia lainnya Apitan di Semarang.
Di Semarang, tradisi Apitan dirayakan setiap Idul adha sebagai ungkapan syukur atas berkah dari Tuhan, terutama hasil pertanian.
Tradisi ini diawali dengan pembacaan doa dan diikuti dengan pawai hasil bumi dan ternak.
Masyarakat setempat akan berlomba untuk mendapatkan hasil tani yang diarak dalam pawai tersebut.
Tradisi Apitan dipercaya berasal dari kebiasaan para Wali Songo sebagai bentuk syukur pada saat Idul adha.
Dalam perayaan Apitan, biasanya juga menampilkan hiburan khas kearifan lokal.
3. Grebeg Gunungan di Yogyakarta
Tradisi Grebeg Gunungan yang dirayakan oleh masyarakat Yogyakarta memiliki kemiripan dengan tradisi Apitan dari Semarang.
Dalam perayaan ini, umat Muslim di Yogyakarta mengarak hasil bumi dari halaman Keraton menuju Masjid Gede Kauman.
Arak-arakan ini terdiri dari tiga gunungan yang disusun dari berbagai macam sayuran dan buah-buahan.
Di Yogyakarta, tradisi ini digelar pada setiap hari besar dalam agama Islam, yakni Grebeg Syawal dan Grebeg Gunungan.
Grebeg Syawal dirayakan pada saat Idul Fitri, sedangkan Grebeg Gunungan diadakan untuk memperingati Idul Adha.
Warga setempat yang datang menyaksikan akan berebutan hasil tani gunungan yang diarak.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, apabila memperoleh hasil bumi dari gunungan grebeg tersebut dapat membawa berkah dan rezeki.
4. Manten Sapi di Pasuruan
Tradisi Manten Sapi merupakan salah satu kegiatan unik perayaan idul adha lainnya yang dilakukan oleh masyarakat Pasuruan sebagai bentuk rasa syukur dan penghormatan terhadap hewan kurban.
Berdasarkan informasi dari laman Indonesia Travel Kemenparekraf, sapi yang akan disembelih didandani seperti pengantin dengan bunga tujuh rupa, lalu dibalut dengan kain kafan, sorban, dan sajadah.
Penggunaan kain kafan sendiri melambangkan kesucian dari orang yang berkurban.
Setelah dihias, sapi-sapi tersebut diarak menuju masjid setempat untuk diserahkan kepada panitia kurban.
Yang membuat tradisi ini semakin berkesan adalah daging sapi kurban yang kemudian diolah dan dinikmati bersama, menciptakan rasa kebersamaan yang sangat mendalam.
5. Gamelan Sekaten di Cirebon
Di Cirebon, terdapat tradisi unik yang dipercaya sebagai bagian dari dakwah Sunan Gunung Jati untuk merayakan idul adha.
Sunan Gunung Jati sendiri merupakan tokoh penyebar agama Islam di daerah tersebut.
Tradisi ini dikenal sebagai Gamelan Sekaten dan dimainkan setiap perayaan hari besar Islam seperti Idul Fitri dan idul adha seperti sekarang ini.
Suara musik Gamelan yang mengalun di sekitar Keraton Kasepuhan Cirebon menandakan bahwa umat Muslim di Cirebon sedang merayakan hari kemenangan.
Gamelan ini mulai dimainkan segera setelah Sultan Keraton Kasepuhan keluar dari Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
6. Mepe Kasur di Banyuwangi
Banyuwangi, yang terkenal dengan keindahan alamnya yang menakjubkan, juga memiliki tradisi unik yang dilakukan pada hari raya idul adha, yaitu Jemur Kasur atau Mepe Kasur.
Tradisi ini sering dilakukan oleh suku Osing di Desa Kemiren, Glagah, Banyuwangi.
Tradisi dimulai dengan pertunjukan Tari Gandrung, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan penjemuran kasur.
Pada hari itu, seluruh penduduk menjemur kasur mereka di depan rumah mulai dari pagi hingga sore hari.
Kasur-kasur ini memiliki keunikan tersendiri dengan warna khasnya, yaitu hitam dan merah.
Hitam melambangkan kekekalan, sementara merah melambangkan keberanian.
Tradisi ini dijalankan menjelang hari raya kurban dengan maksud untuk menolak malapetaka dan memelihara keharmonisan dalam rumah tangga.
7. Accera Kalompoang di Gowa
Di Sulawesi Selatan, khususnya di Gowa, terdapat sebuah tradisi yang sangat sakral dalam perayaan Idul Adha yang dikenal sebagai Accera Kalompoang.
Tradisi ini berlangsung selama dua hari berturut-turut, dimulai sehari sebelum Idul Adha dan berlanjut pada hari raya itu sendiri.
Upacara ini melibatkan pembersihan secara resmi benda-benda bersejarah yang merupakan peninggalan Kerajaan Gowa di Istana Raja Gowa atau Rumah Adat Balla Lompoa.
Perayaan Idul Adha melalui tradisi Accera Kalompoang juga bertujuan untuk memperkuat hubungan antara keluarga kerajaan dan pemerintah.
8. Toron dan Nyalase di Madura
Masyarakat Madura memiliki tradisi unik saat Hari Raya Idul Adha.
Orang-orang Madura yang bekerja atau tinggal di luar daerah akan pulang kampung, sebuah kegiatan yang disebut toron dalam bahasa Madura.
Setelah toron, warga Madura juga melaksanakan tradisi nyalase.
Dalam bahasa Madura, nyalase berarti melakukan ziarah ke makam leluhur untuk mendoakan mereka.
Nyalase umumnya dilakukan setelah pelaksanaan salat Idul Adha.
Tradisi ini mencerminkan kedekatan yang kuat dalam ikatan keluarga dan rasa hormat terhadap leluhur dalam budaya masyarakat Madura.
9. Ngejot di Bali
Bali, selain menjadi destinasi pariwisata yang menakjubkan, nyatanya Bali juga terkenal dengan semangat toleransi antaragama yang tinggi.
Perbedaan keyakinan di masyarakat Bali yang mencolok, justru menjadi pemicu untuk menciptakan tradisi-tradisi yang sarat makna, seperti tradisi ngejot.
Tradisi ini merupakan bagian dari rutinitas umat beragama di Bali untuk merayakan hari-hari penting dalam kehidupan keagamaan mereka, termasuk dalam perayaan Idul Adha.
Ketika Idul Adha, umat Muslim di Bali akan menjalankan tradisi ngejot dengan berbagi makanan, minuman, dan buah-buahan kepada tetangga non-Muslim mereka sebagai wujud rasa syukur atas tingginya toleransi beragama di sana.
Tradisi ngejot ini telah menjadi warisan yang diturunkan dari generasi ke generasi di Bali dan terus dijaga hingga saat ini.
Jika kamu sedang berlibur di Bali, jangan kaget ya jika menemukan momen-momen berharga dari tradisi ini.
10. Kaul Negeri dan Abda’u di Maluku Tengah
Di Maluku Tengah, khususnya di Negeri Tulehu, warga melestarikan tradisi Kaul Negeri dan Abda’u yang unik.
Ritual ini dimulai setelah salat Idul Adha, di mana pemimpin adat dan agama membawa tiga ekor kambing yang dihiasi kain sebagai lambang keberkahan.
Mereka berkeliling desa sambil berdoa dan mengucapkan takbir, menuju masjid sebelum penyembelihan dimulai setelah salat Ashar.
Perayaan yang diwariskan dari generasi ke generasi ini bertujuan untuk mengusir bencana dan memohon perlindungan dari Tuhan.
Baca berita lainnya di Infotangerang dan Tangselife
2 Komentar